Apakah hutang isteri dapat menjadi tanggungan suami?
Dalam perkawinan, dikenal dengan adanya harta bersama dan harta bawaan. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Mengenai harta bersama ini, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Penggunaan harta bersama harus dilakukan atas persetujuan pasangan, kecuali bila mengenai harta bersama diperjanjikan lain dalam perjanjian kawin sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan jo Putusan MK No 69/PUU-XIII/2015 yang menerangkan ketentuan berikut.
Sementara itu, harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri sebelum perkawinan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan; dan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang suami dan istri tidak menentukan lain.[3] Atas harta bawaan ini, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum.
Mengenai utang dalam perkawinan, Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata membedakan utang menjadi dua, yaitu utang pribadi (utang prive) dan utang persatuan (utang gemeenschap atau suatu utang untuk keperluan bersama).
Menurut Subekti, untuk suatu utang pribadi harus dituntut suami atau istri yang membuat utang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama adalah benda prive (benda pribadi). Apabila tidak terdapat benda pribadi atau ada tetapi tidak mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita juga. Akan tetapi, jika itu adalah utang suami, benda pribadi istri tidak dapat disita, dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan untuk utang persatuan, yang pertama-tama harus disita adalah benda gemeenschap (benda bersama) dan apabila tidak mencukupi, maka benda pribadi suami atau istri yang membuat utang itu disita pula.
Dalam hal ini, utang pribadi yang bisa dimintai pelunasannya dari harta bersama adalah utang pribadi yang berasal dari perjanjian utang piutang dengan persetujuan pasangan. Ini merupakan hal yang logis karena utang yang dibuat oleh suami/istri dapat berdampak pada harta bersama apabila utang tersebut tidak dapat dilunasi, dan untuk bertindak atas harta bersama diperlukan persetujuan pasangan.
Oleh karena itu, apabila utang isteri tersebut diambil atas keputusan dan persetujuan bersama, maka suami ikut bertanggung jawab atas utang tersebut. Namun, hal ini akan berbeda apabila istri mengambil utang tanpa sepengetahuan suami. Utang yang dibuat oleh istri tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan suami, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada harta suami (utang pribadi tidak dapat diambil pelunasannya dari harta pribadi pasangan), dan tidak dapat diambil pelunasannya dari harta bersama (akibat tidak adanya persetujuan)