Saya ingin melaksanakan perjanjian atau MoU terkait Sewa/menggarap beberapa bidang Tanah, untuk melaksanakan suatu perjanjian/kesepakatan dalam hal sewa atau menggarap tanah, apakah diperlukan MoU terlebih dahulu atau langsung saja membuat perjanjiannya, lantas apa perbedaan perjanjian dan MOU serta kekuatan hukumnya, mohon penjelasannya, terimakasih.
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh, terkait pertanyaan Bapak yang harus sama-sama dipahami pertama kali ialah sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak penyewa disanggupi pembayarannya. Kenikmatan atas suatu barang adalah hak penyewa, dan mendapatkan pembayaran adalah hak pemilik barang atau pihak yang menyewakan. Lalu, barang yang dimaksud bisa berupa rumah, tanah, mobil, dan lain-lain, yang diserahkan bukan untuk tujuan dimiliki, melainkan hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Perkembangan Hukum Perjanjian Sewa Menyewa. Basis sewa menyewa adalah hubungan keperdataan, yang diatur dalam Pasal 1547 sampai Pasal 1600 KUH Perdata. Pengertian sewa menyewa secara rinci juga telah diatur dalam Pasal 1548 KUH Perdata, yang berbunyi:
“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak”. Selanjutnya, menurut R. Subekti, dalam perjanjian sewa menyewa, seperti halnya perjanjian jual beli dan perjanjian-perjanjian pada umumnya, adalah suatu perjanjian kontrak konsensual. Artinya, perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang yang disewakan dan harga sewanya. Sehingga tidak perlu lagi membuat MoU ketika melaksanakan perbuatan sewa menyewa/menmggarap atas tanah.
Dalam KUH Perdata, terdapat beberapa hak dan kewajiban yang mengikat pihak penyewa tanah dan pihak yang menyewakan tanah. Menurut Pasal 1550 KUH Perdata, pihak yang menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji, wajib untuk:
Kemudian, penyewa harus menepati dua kewajiban utama; pertama, memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sesuai dengan tujuan barang itu menurut persetujuan sewa atau jika tidak ada persetujuan mengenai hal itu, sesuai dengan tujuan barang itu menurut persangkaan menyangkut keadaan. Kedua, membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1560 KUH Perdata.
Sedangkan jika berbicara mengenai definisi atau makna perjanjian dan MoU serta perbedannya, perjanjian sendiri adalah peristiwa di mana salah satu pihak (subjek hukum) berjanji kepada pihak lainnya atau yang mana kedua belah dimaksud saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa suatu perjanjian mengandung unsur, perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, dan mengikatkan dirinya. Untuk syarat sah perjanjian atau kontrak sendiri terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan, adanya kesepakatan kedua belah pihak, cakap untuk membuat perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab atau causa yang halal.
Sedangkan MoU, belum melahirkan suatu hubungan hukum karena MoU baru merupakan persetujuan prinsip yang dituangkan secara tertulis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa MoU yang dituangkan secara tertulis baru menciptakan suatu awal yang menjadi landasan penyusunan dalam melakukan hubungan hukum/perjanjian. Kekuatan mengikat dan memaksa MoU pada dasarnya sama halnya dengan perjanjian itu sendiri. Walaupun secara khusus, tidak ada pengaturan tentang bentuk ataupun materi muatannya diserahkan kepada para pihak yang membuatnya. Hal yang menjadi catatan juga ialah bahwa kontrak dan perjanjian adalah sama. Kemudian, menyangkut perbedaan MoU dan kontrak atau perjanjian, singkatnya adalah bahwa MoU umumnya dibuat sebagai pendahuluan atau pra-kontrak atau pra-perjanjian.
Setelah adanya pra-kontrak, barulah kontrak dibuat. Selain itu, penting untuk kami sampaikan bahwa meski MoU merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti keberadaannya tidak mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak untuk menaatinya dan/atau melaksanakannya. Terkadang, ada kontrak atau perjanjian yang diberi nama MoU. Artinya, penamaan dari dokumen tersebut tidak sesuai dengan isi dari dokumen tersebut. Sehingga MoU tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana perjanjian.
Dalam hal suatu nota kesepahaman (MoU) telah dibuat secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah dijelaskan, kedudukan dan/atau keberlakuan nota kesepahaman bagi para pihak dapat disamakan dengan sebuah undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam nota kesepahaman itu. Pada dasarnya, nota kesepahaman atau MoU ini tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia. Namun, meski demikian, MoU adalah salah satu bentuk pra-kontrak yang paling sering digunakan, terutama di bidang komersial. Nota kesepahaman atau MoU ini merupakan suatu perbuatan hukum dari salah satu pihak (subjek hukum) untuk menyatakan maksudnya kepada pihak lainnya akan sesuatu yang ditawarkannya atau dimilikinya.
MoU adalah perjanjian pendahuluan, yang mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum membuat perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak pada nantinya. MoU juga dapat diartikan sebagai dasar pembuatan Kontrak, yang berbentuk Letter of Intent atau pernyataan tertulis yang menjelaskan pemahaman awal bagi pihak yang berencana dalam memasuki kontrak atau perjanjian. MoU juga dapat dimaknai suatu tulisan tanpa komitmen/tidak menjanjikan suatu apapun sebagai awal untuk kesepakatan. suatu letter of intent tidak dimaksudkan untuk mengikat dan tidak menghalangi pihak dari tawar-menawar dengan pihak ketiga.
Wassalam, semoga dapat bermanfaat
Bagaimana cara menuntut pengembalian