Bagaimana cara menuntut pengembalian utang piutang jika perjanjiannya hanya dilakukan secara lisan, dan hanya disertai bukti pesan singkat melalui Aplikasi WhatsApp, apakah pesan tersebut bisa dijadikan sebagai bukti perjanjian utang piutang?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Utang piutang sebagai suatu perjanjian tunduk pada syarat sah sebagaimana ditentukan Pasal 1320KUH Perdata, yang pada dasarnya mengatur syarat sah perjanjian yang berbunyi sebagai berikut:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. Kesepakatan Para Pihak
Kesepakatan berarti telah adanya kehendak serta persetujuan dari kedua belah pihak untuk membuat perjanjian. Sebagaimana yang dipertegas dalam Pasal 1321 KUH Perdata, bahwa tidak ada suatu persetujuan pun yang mempunyai kekuatan dalam hal diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
2. Kecakapan Para Pihak
Pasal 1330 KUH Perdata mengatur bahwa yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa, orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
3. Suatu Hal Tertentu/Pokok Persoalan Tertentu
Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, yang dimaksud suatu hal tertentu dalam syarat sah perjanjian adalah objek perjanjian yaitu prestasi, misalnya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
4. Sebab yang Halal/Tidak Terlarang
Berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata, suatu sebab adalah terlarang apabila sebab tersebut dilarang oleh undang-undang atau apabila sebab tersebut bertentangan dengan kesusilaan maupun ketertiban umum.
Berdasarkan ketentuan tersebut, tidak terdapat syarat yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, lazimnya alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang mendalilkan sesuatu sebagaimana ditentukan Pasal 164 HIR adalah alat bukti surat, karena dalam suatu hubungan keperdataan, surat sengaja dibuat dengan maksud untuk memudahkan proses pembuktian, apabila di kemudian hari terdapat sengketa perdata antara pihak-pihak yang terkait.
Namun demikian, dalam hukum acara perdata diatur 5 (lima) alat bukti sebagaimana ditentukan Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR, yaitu surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Jadi apabila seseorang ingin menuntut pihak lain oleh karena tidak membayar hutang berdasarkan perjanjian utang piutang secara lisan ke Pengadilan, maka orang (Penggugat) tersebut dapat mengajukan alat bukti saksi yang dapat menerangkan adanya perjanjian utang-piutang secara lisan tersebut disertai alat bukti lain yang mendukung adanya perjanjian lisan tersebut, misalnya bukti transfer atau kuitansi bermeterai, dan lain sebagainya.
Terkait dengan permasalahan saudara, yang mana perjanjian dilakukan secara lisan dengan menyertakan bukti elektronik berupa pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp dapat digunakan untuk menuntut pengembalian utang piutang, karena sesuai dengan ketentuan Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) menjelaskan yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah:
Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Kesimpulan:
Saudara dapat menuntut pengembalian utang piutang tersebut, karena saudara sebagai pihak kreditur sudah terikat melalui perjanjian utang piutang dengan pihak debitur dengan disertai bukti yang sah, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan pasal 164 HIR.
Jika Saudara memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai permasalahan hukum, Saudara dipersilahkan untuk mengkonsultasikannya langsung ke Kejaksaan Negeri Subulussalam.
Bagaimana cara menuntut pengembalian