Supported by PT. Telkom Indonesia
Minggu, 22 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-10-15 13:05:03
Pertanahan
MEMBANGUN RUMAH DIATAS TANAH YANG SEDANG DIAGUNKAN KE BANK

Saya memiliki rencana membangun rumah di atas tanah yang orang tua saya miliki untuk dibangun rumah kost-kostan. Karena tak memiliki modal saya ingin menjaminkan sertifikat tanah orang tua saya ke pihak bank dan apabila disetujui pihak bank di atas tanah tersebut akan saya dirikan rumah kost-kostan. Apakah bisa membangun rumah diatas tanah yang sedang diagunkan  ke Bank? Apakah itu dibenarkan? Terima kasih.

Dijawab tanggal 2024-10-15 13:20:49+07

Selamat Datang di Halo JPN. Kami akan menjawab permasalahan hukum anda

Pada dasarnya tidak ada larangan untuk membangun bangunan di atas tanah yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Akan tetapi Anda harus membicarakan kembali hal ini dengan pihak bank.

 Ini karena sebagaimana dikatakan dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4  Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) dapat dicantumkan janji-janji, antara lain:

a.    janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

b.    janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

c.   janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;

d.  janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang;

e.    janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;

f.     janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;

g.    janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

h.    janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;

i.    janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;

j.   janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;

k.    janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UU Hak Tanggungan.

Pasal 14 ayat (4) UU Hak Tanggungan:

“Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.”

 Melihat pada janji-janji yang mungkin dituangkan dalam APHT, maka pembangunan kos-kosan di atas tanah tersebut mungkin dapat dilakukan atau mungkin juga tidak. Jika ada janji sebagaimana disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b UU Hak Tanggungan, pemberi hak tanggungan harus meminta persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan (bank).

 Menurut J. Satrio, dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2 (hal 40), janji-janji seperti itu dimungkinkan demi untuk melindungi kepentingan pemegang hak tanggungan terhadap kemungkinan kerugian, berupa turunnya nilai objek jaminan sebagai akibat dari ulah dan perbuatan pemberi hak tanggungan. Bagaimanapun harus diperhitungkan bahwa nilai suatu bangunan sedikit banyak bergantung dari design bangunan dan pengaturan tata susunan (ruangan-ruangan) suatu bangunan.

 Yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa dalam hal ini yang menjadi pemberi hak tanggungan bukanlah Anda selaku debitur, melainkan orang tua Anda selaku pemilik tanah tersebut. Jika dalam membuat bangunan kos-kosan tersebut, Anda tidak meminta izin terlebih dahulu dari pemegang hak tanggungan padahal ketentuan tersebut diperjanjikan dalam APHT, maka ada kemungkinan orang tua Anda juga akan dianggap melakukan pelanggaran. Ini karena perjanjian penjaminan hak tanggungan tersebut merupakan perjanjian antara bank dan orang tua Anda (sebagai pemilik tanah).

 Jadi, pada dasarnya Anda harus membicarakan hal ini dengan pihak bank. Dan jika memang ada ketentuan tersebut dalam APHT, Anda harus meminta persetujuan tertulis dari bank sebelum membangun kos-kosan.

 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. PADANG
Alamat : JL. GAJAH MADA NO 22, GUNUNG PANGILUN
Kontak : 85263858582

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hutang Piutang
Teman Saya Meminjam Uang Pakai Nama Saya

Halo Bapak/Ibu saya ingin bertanya.

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.