salah satu anggota keluarga saya mendapati suatu permasalahan hukum berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan oleh pihak pengadilan dimana dilakukannya sita jaminan terhadap objek sita yang sudah diagunkan ke bank, apakah boleh pengadilan negeri melakukan hal demikian? terimakasih
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh, terimakasih atas pertanyaan yang Bapak/Ibu berikan, adapun yang dapat kami jawab ialah ketentuan mengenai sita jaminan dapat dilihat pada Pasal 227 ayat (1) HIR:
“Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya”. Berdasarkan pasal tersebut, tujuan dikeluarkannya sita jaminan adalah untuk menjaga hak dari pihak yang mengajukan atau memasukkan permintaan sita jaminan itu sendiri, bukan untuk menciptakan atau memberikan hak baru. Pihak yang dimaksud merupakan pihak yang memiliki piutang (kreditur) terhadap pihak yang dimintakan sita jaminan (debitur). Sedangkan hak yang dimaksud pada pasal tersebut adalah hak kreditur, baik secara biasa ataupun kreditur yang diistimewakan. Untuk memahami terkait hak secara biasa dan istimewa tersebut, maka harus merujuk pada ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu (1131). Sedangkan pada Pasal 1132, Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Pada dasarnya tidak ada larangan dalam peraturan perundang-undangan untuk dapat dilakukannya sita jaminan (Conservatoir Beslaag) atas suatu harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun, dalam praktiknya, sita jaminan tersebut menjadi kualifikasi sita persamaan (Vergelijken Beslag) oleh juru sita. Hal tersebut berdasarkan Pasal 463 Reglemen Acara Perdata atau biasa disebut dengan Reglement op de Rechtsvordering (RV). Hal tersebut dikarenakan prinsip hukum jaminan menghendaki bahwa hak preferen dari kreditur pemegangnya terhadap harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan adalah diutamakan (droit de preference). Akibat berlakunya prinsip hukum tersebut, saat terjadi eksekusi penjualan atau lelang atas harta kekayaan debitur maka kreditur preferen (bank) yang berhak untuk pertama kali mengambil uang hasil eksekusinya hingga terlunasinya seluruh tagihan piutangnya. Jika dalam hal ini masih terdapat sisa dari hasil penjualan atau lelang tersebut, maka itu menjadi bagian pihak yang berhak berdasarkan sita persamaan atau dengan kata lain dalam pelaksanaan eksekusi statusnya menjadi sita eksekusi (executoriaal beslaag). Jadi, setiap kreditur memiliki hak jaminan atas piutangnya, baik yang berupa jaminan umum maupun jaminan yang bersifat istimewa dan didahulukan. Kreditur dapat mengajukan permohonan sita jaminan atas harta debitur yang telah diagunkan ke bank melalui permohonan kepada pengadilan. Namun, dalam hal ini diletakkan yang namanya sita persamaan.
semoga bermanfaat, Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Permisi..
mau bertanya apakah sk w
Assalamualaikum
Saya mau berta
Assalamualaikum
Saya mau berta