A, meminjamkan uangnya kepada B dengan bunga yang disetujui kedua belah pihak sebesar 13%. Perjanjian tersebut dilakukan dengan lisan (tanpa perjanjian tertulis), A berasumsi bahwa perjanjian lisan ini dapat ditepati oleh B (karena A percaya sepenuhnya kepada B, dikarenakan B masih ada hubungan keluarga dengan A; B adalah istri dari sepupu kandung A). Hubungan Pinjam meminjam berlangsung sampai mencapai angka rupiah yang cukup besar (sekitar 60 jutaan), A terus meminjamkan karena tergiur oleh bunga yang disepakatinya. Sampai pada batas waktu tertentu A sadar akan kondisi keuangannya, A lalu menagih pinjaman uang tersebut kepada B. B berjanji akan membayar pada tanggal yang sudah ditentukan, tetapi selalu ada alasan (seperti dirampok, kecopetan dll). Suatu saat A menagih kembali kepada B, B dengan yakin menjawab bahwa sebagian uang tersebut sudah dikirim via ATM BCA ke no. rek A (bukti transfer ATM BCA dikirim lewat Fax ke kantor A), tetapi setelah diperiksa (lewat print out) uang tersebut tidak ada, menurut petugas bank bukti transfer ini tidak benar atau palsu. A dan keluarga (saudara-saudaranya) datang ke rumah B, kesimpulan yang didapat dari kunjungan tersebut B bersedia membuat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa B mengakui memiliki hutang kepada A sebesar sekian juta rupiah dan akan dilunasi pada tanggal X bulan Y tahun 2001. Apabila B tidak melunasi pada tanggal tersebut maka persoalan akan diselesaikan melalui jalur hukum. Surat pernyataan tersebut ditandatangani pula oleh suaminya B sebagai penanggungjawab. Pada tanggal yang sudah ditentukan B (suami) hanya membayar kurang lebih 25 % dengan alasan 75 %-nya sudah dibayar cash kepada A pada waktu lalu yang dibawa sendiri oleh B ke kantor A. Menurut pengakuan A hal tersebut tidak pernah terjadi, sampai A pun berani diangkat sumpah. Sampai saat ini B selalu mencari-cari kesalahan A, dan pernah pada suatu hari B telepon ke kantor A dan mengaku dari Polda untuk menangkap A. Bagaimana penyelesaian permasalahan A dan B ini?
Yth. Bapak/Ibu, terima kasih telah menggunakan aplikasi Halo JPN untuk berkonsultasi mengenai permasalahan keperdataan anda.
Transaksi yang melandasi semua kejadian tersebut di atas adalah hubungan pinjam-meminjam uang (hutang-piutang). Dokumen yang menyatakan adanya hubungan tersebut adalah surat pernyataan yang dikeluarkan oleh B dengan persetujuan dari suaminya. Persoalan hukum timbul terletak pada pelaksanaan kewajiban pembayaran atau pelunasan jumlah-jumlah hutang yang wajib dibayar oleh B kepada A berdasarkan surat pernyataan tersebut, dimana B hanya membayar 25% dan sisanya 75% dia menganggap telah membayar kepada A dan sebaliknya A merasa tidak pernah menerima sisa jumlah tersebut. Kemungkinan untuk berdamai dengan B rasanya sudah tertutup, mengingat B kelihatan sudah tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya. Alternatif yang bisa ditempuh oleh A adalah mengajukan gugatan secara perdata atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Apabila A akan mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi maka A harus bisa membuktikan adanya isi perjanjian yang dilanggar oleh B. Perjanjian disini tidak harus tertulis, bisa saja perjanjian lisan. Yang penting A bisa menyiapkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya perjanjian atau konsensus antara A dan B.
Bukti-bukti yang disiapkan oleh A juga tidak harus tertulis, karena dalam hukum acara perdata ada 5 macam, yaitu bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Namun bukti yang paling kuat adalah bukti surat. Alangkah baiknya kalau bukti pengakuan utang yang tertulis dan bukti tidak adanya transfer uang dari BCA ada pada A sehingga bisa disiapkan untuk persidangan. Kalaupun ternyata A tidak memiliki bukti-bukti tertulis, sebaiknya disiapkan bukti-bukti yang lain, misalnya bukti saksi. Kalau A bisa membuktikan telah terjadi perjanjian dan adanya isi perjanjian yang dilanggar, maka A sudah bisa mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi. Yang perlu disiapkan juga adalah bukti bahwa sudah ada upaya dari A untuk meminta kepada B agar memenuhi perjanjian sesuai Pasal 1243 KUHPerdata. A bisa meminta kepada pengadilan agar mengeluarkan peringatan (anmaning) terhadap B untuk memenuhi isi perjanjian. Bisa juga si B langsung mengirimkan peringatan sendiri tanpa melalui pengadilan dalam bentuk somasi.
Di gugatan tersebut A bisa menuntut B agar membayar ganti rugi ditambah bunga dan keuntungan yang sekiranya didapat seandainya B melaksanakan perjanjian. Kalau bunga tidak diperjanjikan secara tertulis, A kemungkinan hanya mendapat 6% (bunga menurut undang-undang). A juga bisa mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh B. Kalau B mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, A harus bisa membuktikan adanya perbuatan B yang tidak sesuai dengan kaedah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis), kaedah sopan santun dan kaedah kesusilaan. Perbuatan B yang meminjam uang kepada A tanpa mau mengembalikan jelas merupakan perbuatan yang melanggar kaidah hukum, sopan santun dan kesusilaan. Kalau A mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, A juga harus dapat membuktikan adanya kerugian yang A terima. Besarnya ganti rugi nanti ditentukan oleh Hakim.
Semoga jawaban kami dapat menjawab dan menyelesaikan permasalahan anda.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta