Assalamualaikum Halo JPN, saya mau bertanya terkait permasalahan tetangga saya, jadi tetangga saya pinjam uang/ hutang dengan rentenir tanpa sepengetahuan istrinya, kemudian dalam perjalanan terdapat kendala sehingga utang macet. pihak rentenir bersikeras untuk mengambil barang pelunasan termasuk milik istri yang notabene tidak mengetahui utang suaminya. Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Halo Bapak Supriadi
Terima kasih atas kepercayaan Bapak kepada Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Kolaka.
Adapun jawaban kami atas pertanyaan Bapak adalah sebagai berikut:
Bahwa untuk menjawab permasalahan hukum tersebut kami selaku Jaksa Pengacara Negara mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni :
Bahwa pada hakikatnya dalam hal adanya perjanjian hutang piutang maka hubungan hukum yang terjadi untuk pelunasan hutang tersebut ialah diantara kreditur (pemberi hutang) yakni rentenir dengan debitur (peminjam) yakni tetangga saudara (suami), dan akibat hukum yang terjadi ialah menjadi ranah daripada keduanya, namun oleh karena pertanyaan saudara ialah menyangkut pihak ketiga yakni istrinya tetangga anda diluar daripada hubungan hukum antara tetangga saudara (suami) dengan kreditur (rentenir) maka saudara perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu konsep harta bersama dalam perkawinan.
Bahwa dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur sebagai berikut :
Pasal 35
Pasal 36
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dipahami apabila di antara suami dan istri dari tetangga saudara terdapat barang atau harta benda yang diperoleh oleh masing-masing pihak sebelum perkawinan itu terjadi maka harta benda tersebut menjadi hak daripada yang memiliki, dan bukan menjadi milik bersama, selain itu hal tersebut juga diatur dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan sebagai berikut :
Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
Sehingga dari ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa dalam hal barang/ harta benda bersama milik suami dan isteri tetangga anda hendak dijadikan pelunasan bagi hutang si suami maka hal tersebut harus atas persetujuan pasangan, kecuali apabila diatur lain dalam perjanjian kawin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mengatakan :
Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan itu tidak merugikan pihak ketiga
Bahwa selanjutnya terkait dengan utang pribadi tetangga saudara (suami) dengan rentenir, menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata hutang terbagi menjadi dua yakni utang pribadi (utang prive) dan utang persatuan (utang gemeenschap) yaitu suatu utang untuk keperluan bersama, mengingat pernyataan saudara bahwa utang tersebut merupakan utang pribadi tetangga saudara (suami), maka pada hakikatnya yang dituntut atas utang tersebut adalah tetangga saudara (suami) sendiri, namun apabila harta benda tetangga saudara (suami) tidak cukup untuk melunasi hutang tersebut maka harta benda yang dapat disita adalah harta benda bersama tentunya dengan persetujuan pasangan, dan perlu dipahami juga hutang pribadi yang dimintai pelunasannya dengan harta bersama ialah perjanjian hutang dengan persetujuan pasangan, dan mengingat hutang pribadi tersebut tidak diketahui oleh istri tetangga saudara maka pelunasan dengan hutang dengan harta bersama perlu atas persetujuan istri tetangga saudara, dan terhadap harta benda istri tetangga saudara tidak dapat dilakukan penyitaan untuk pelunasan hutang pribadi tetangga saudara.
Selanjutnya apabila rentenir bertindak mengambil harta benda/ barang milik isteri tetangga saudara untuk melunasi hutang pribadi tetangga saudara tanpa adanya persetujuan dari isteri tetangga saudara, maka tindakan tersebut termasuk dalam tindakan pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 900 ribu
Dengan demikian apabila rentenir melakukan tindakan paksa mengambil harta benda/barang milik isteri tetangga saudara maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Demikian jawaban kami, apabila masih terdapat pertanyaan silahkan datang langsung ke Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Kolaka. Terimakasih
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta