Assalamualaikum, izin bertanya Pak/Buk Jaksa, di sekitaran rumah saya yang berada di daerah Punggasan, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pesisir Selatan terdapat sebidang tanah yang tak diurus oleh pemiliknya sekitar 7-8 tahun, yang bahkan tidak diketahui siapa pemiliknya, dimana tanah tersebut terletak di kaki bukit dekat daerah saya, oleh karena hal tersebut, apakah boleh saya dan masyarakat lain yang tinggal di daerah punggasan mengelola tanah tersebut?
Baik, walaikumussalam Bapak, Pada dasarnya, merujuk pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar (PP 20/2021) menjelaskan tanah telantar adalah tanah hak, tanah hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara. Pada prinsipnya, setiap pemegang hak, pemegang Hak Pengelolaan, dan Pemegang Dasar Penguasaan Tanah wajib mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai. Jika kewajiban itu tidak dijalankan, konsekuensinya tanah tersebut menjadi objek penertiban tanah terlantar (dari sisi pemerintah). Dari sisi lain, tanah terlantar juga berpotensi dikuasai oleh masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun selama bertahun-tahun.
Seperti Putusan Mahkamah Agung No. 327 K/Sip/1976 tanggal 2 November 1976 mengandung kaidah hukum: “Ketentuan mengenai sertifikat tanah sebagai tanda bukti hak milik tidaklah mengurangi hak seseorang untuk membuktikan bahwa sertifikat tersebut tidak benar”. Potensi besar sengketa muncul apabila tanah terlantar dibiarkan puluhan tahun didiami oleh warga yang tidak berhak. Hak atas tanah yang dimiliki seseorang atau suatu korporasi tidak menghalangi orang lain mengajukan gugatan untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah.
Sebelum PP No. 20 Tahun 2021 terbit, pemerintah juga sudah mengatur tanah terlantar melalui PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Semangat kedua peraturan ini senada, Penelantaran tanah tidak baik, dan secara hukum dapat menghapuskan hak seseorang atas tanah. Ini bisa dilihat dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam banyak kasus, tanah terlantar yang kemudian ditempati warga selama bertahun-tahun berasal dari Hak Guna Usaha (HGU). HGU yang tidak diperpanjang kembali menjadi tanah negara. Seringkali warga menempati tanah eks HGU itu dan dibiarkan selama berpuluh-puluh tahun. Dalam kasus semacam ini, hal yang menjadi kunci adalah sudah berapa lama warga telah menempati tanah terlantar tersebut, Ini menjadi dasar untuk menentukan keabsahan menempati tanah, dengan kata lain apakah mereka memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah berdasarkan UUPA, PP No. 24 Tahun 1997, dan peraturan teknis yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.
Tanah eks-HGU bukan satu-satunya yang dapat dikualifikasi sebagai tanah terlantar. Pasal 7 PP No. 20 Tahun 2021, hak milik pun dapat menjadi objek penertiban tanah terlantar. Demikian pula terhadap tanah dengan status hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah berdasarkan Dasar Penguasaan Tanah. Tanah hak milik bisa menjadi objek penertiban tanah terlantar apabila ada kesengajaan tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memeliharanya, sehingga (a) dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan; (b) dikuasai oleh pihak lain secara terus menerus selama 20 tahun tanpa ada hubungan hukum dengan pemegang hak; atau (c) fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada (Pasal 7 PP No. 20 Tahun 2021).
Tanah HGB, hak pakai, dan hak pengelolaan menjadi objek penertiban tanah terlantar apabila secara sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai dua tahun sejak diterbitkannya hak. Adapun, HGU menjadi objek penertiban tanah terlantar apabila dua tahun sejak terbitnya hak tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan.
Pemerintah berhak menetapkan suatu hak atas tanah menjadi tanah terlantar. PP No. 11 Tahun 2010 juncto Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar. Kepala Kantor Wilayah menyiapkan data tanah yang terindikasi terlantar. Data ini menjadi dasar dilakukannya identifikasi dan penelitian. Jika sudah ditemukan, maka bidang tanah ditetapkan sebagai tanah terlantar. Misalnya, suatu tanah yang tidak dikelola sejak 1966 akibat ditinggalkan sehubungan peristiwa G.30.S dikualifikasi sebagai tanah terlantar. Upaya hukum yang ditempuh untuk mempersoalkan status tanah terlantar itu kandas di pengadilan. Karena ditelantarkan sejak 1966 maka tanah itu berstatus tanah negara (putusan MA No. 268 PK/Pdt/2017 tanggal 11 Juli 2017).
Terimakasih atas pertanyaan Bapak, Sekian jawaban dari kami semoga dapat bermanfaat
wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp