Selamat pagi bapak/ibu
Saya membeli perumahan dengan kredit. Yang jadi masalah ternyata ukuran tanah yang dibeli dengan perjanjian, surat pengukuran, dan kondisi lapangan adalah berbeda. Hal tersebut sudah ditanyakan kepada developer, tetapi developer tidak tanggung jawab. Bagaimana solusi terbaiknya?
Sekian. Terima kasih
Halo A. Riadi,
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Pada dasarnya, sering terjadi perbedaan antara luas tanah faktual dengan luas tanah yang tercantum dalam surat ukur. Berdasarkan praktik kami, hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan pada survey yang diakibatkan oleh ketidakakuratan alat survey maupun human error yang dilakukan oleh surveyor pada saat melakukan pengukuran. Selain itu, perbedaan luas tanah faktual dengan luas tanah dalam surat ukur juga bisa disebabkan karena adanya penyerobotan lahan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, adanya perubahan geografis, atau perubahan alam yang mengakibatkan erosi maupun perluasan aliran air (sungai) sehingga mempengaruhi luasan objek tanah.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan surat ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 PP 24/1997.
Kemudian, menurut Pasal 1 ayat 9 PP 18/2021, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Adapun yang dimaksud dengan data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, yang dimaksud pemerintah adalah Kepala Kantor Pertanahan adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan pemeliharaan data fisik dan data yuridis tanah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur.
Hal ini didukung dengan Pasal 41 Permen ATR/BPN 16/2021, yang mengatur tentang pendaftaran tanah, sebagai berikut:
Penyelesaian Hukum
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, maka kami berasumsi bahwa yang Anda maksud sebagai perbedaan luas tersebut adalah perbedaan luas tanah berdasarkan sertifikat, surat ukur, dan perjanjian jual beli dengan luas fisik tanah secara faktual. Dengan demikian, Anda dapat terlebih dahulu memeriksa buku tanah yang tersimpan di kantor pertanahan setempat, yang memuat data fisik dan data yuridis atas tanah.
Jika di dalam buku tanah tersebut Anda menemukan bahwa luas tanah sebagaimana yang tercantum dalam buku tanah tidak sesuai dengan luas tanah yang disebutkan dalam surat ukur, maka Anda dapat meminta untuk dilakukannya pengukuran ulang kepada kantor pertanahan, sehingga Anda dapat mengetahui batas-batas yang Anda miliki berdasarkan sertifikat hak atas tanah.
Dikutip dari laman Pengukuran Untuk Mengetahui Luas oleh Kementerian ATR/BPN, berikut adalah persyaratan yang dibutuhkan untuk mengukur luas tanah:
Selain itu, apabila telah dilakukan pengukuran ulang terhadap objek tanah dan telah terbukti benar bahwa luas tanah berbeda dengan surat ukur, maka Anda dapat menghadap developer sebagai pihak yang telah menjual perumahan dengan membawa berita acara hasil pengukuran ulang tanah, sebagai bukti adanya perbedaan antara luas tanah secara faktual dengan surat ukur dan perjanjian jual beli tanah. Dengan adanya perbedaan tersebut, Anda dapat menempuh penyelesaian hukum sebagai berikut:
Sebaiknya, pertama-tama Anda melakukan musyawarah dengan pihak developer mengenai solusi atas adanya perbedaan luas tanah. Apabila developer tetap tidak mau bertanggungjawab maupun memberikan jalan keluar atas adanya perbedaan luas tanah tersebut, maka Anda dapat mengajukan gugatan wanprestasi terhadap perjanjian jual beli perumahan yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak, dengan alasan adanya ketidaksesuaian atau perbedaan antara luas tanah yang diperjanjikan dengan luas tanah faktual. Gugatan wanprestasi ini dapat diajukan agar Anda mendapatkan kepastian hukum terkait perbedaan luas objek tanah tersebut.
Adapun unsur-unsur wanprestasi adalah:
Menurut hemat kami, developer sebagai pelaku usaha telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf (c) dan (f) UU Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
(a) ...
(b) ...
(c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
(f) tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen juga mengatur bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut hemat kami, developer telah melakukan pelanggaran, sehingga Anda berhak untuk dapat ganti kerugian yang dialami atas perbedaan luas tanah faktual dengan yang diperjanjikan dan diiklankan oleh developer. Oleh karena itu, apabila developer menolak, tidak memberi tanggapan, dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan Anda, maka terbuka peluang bagi Anda untuk menggugat developer melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Developer yang tidak memberikan ganti rugi kepada Anda juga berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp200 juta. Tidak hanya itu, developer yang melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf c dan f UU Perlindungan Konsumen juga dapat dijerat pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp2 miliar.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Barito Kuala secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian