Saya mengambil fasilitas kredit modal usaha dengan jaminan SHM di sebuah bank. Saat ini saya sudah melunasi kredit tersebut. Sebagai bukti pelunasan saya menerima kwitansi penyetoran pelunasan, surat roya, dan surat keterangan pengambilan jaminan yang ditandatangani oleh manajer unit. Sedangkan berkas jaminan saya SHM dan SHT belum diserahkan hingga saat ini dengan alasan bahwa pihak yang berwenang tidak di tempat. Mohon petunjuk, langkah hukum apa yang dapat saya tempuh agar hak saya dapat dikembalikan?
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu Anda ketahui bahwa sertifikat hak milik (SHM) yang Anda gunakan sebagai jaminan atas fasilitas kredit modal usaha kepada bank didasarkan pada Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf a UUHT mengenai hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Adapun salah satu hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik yang dibuktikan dengan SHM.
Lalu, kapan berakhirnya hak tanggungan? Hak tanggungan berakhir atau hapus karena alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT sebagai berikut:
Dalam konteks persoalan Anda, hak tanggungan hapus karena debitur sudah melunasi utangnya.
Setelah hak tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat hak tanggungan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Apabila sertifikat hak tanggungan karena suatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, maka hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan.
Permohonan pencoretan catatan hak tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberikan catatan oleh kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan.
Artinya, jika hak tanggungan telah hapus karena utang sudah lunas, Anda (selaku pihak yang berkepentingan) dapat mengajukan permohonan pencoretan hak tanggungan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan dan surat pernyataan utang Anda telah lunas dari kreditur. Setelah dicoretnya hak tanggungan, Anda akan memperoleh kembali hak atas tanah Anda sepenuhnya tanpa ada tanggungan di atas tanah tersebut.
Namun, bagaimana jika pihak bank selaku kreditur tidak memberikan sertifikat hak tanggungan (SHT) dan SHM milik debitur?
J. Satrio dalam buku Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 298) mengatakan bahwa dalam hal SHT tidak disertakan bersama-sama dengan permohonan roya, maka yang demikian itu tidak menghalangi pelaksanaan roya. Dan hal itu cukup dicatat saja pada buku tanah hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (3) UUHT.
Sementara itu, berdasarkan UUHT, SHM tidak dibutuhkan untuk mencoret hak tanggungan. Menurut J. Satrio dalam buku yang sama, mengatakan bahwa sekalipun tidak disebutkan dalam Pasal 22 ayat (4) UUHT tentunya juga dilampirkan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Ini karena sertifikat hak atas tanah (yang merupakan salinan buku tanah) harus disesuaikan dengan buku tanah sebagai induknya.
Hal ini juga dikemukakan Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam buku Hak Tanggungan (hal. 272-273) yang dikutip artikel Arti Istilah Roya bahwa untuk keperluan pencoretan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan dapat mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya hak tanggungan tersebut.
Terkait dengan bank yang tidak kunjung mengembalikan SHM milik Anda setelah Anda melunasi utang/kredit, pertama-tama Anda dapat meminta kembali SHM dan SHT tersebut kepada pihak bank secara kekeluargaan. Misalnya, melakukan janji temu dengan pejabat bank yang berwenang untuk itu.
Jika upaya tersebut tidak membuahkan hasil, berikut dua langkah hukum jika bank tidak mengembalikan sertifikat hak milik yang dapat ditempuh:
Anda dapat melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) atau onrechtmatige daad sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, unsur-unsur PMH adalah:
Menurut Rosa Agustina sebagaimana dikutip Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana untuk menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum, perlu 4 syarat berikut:
Anda dapat meminta ganti rugi yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga akibat PMH yang dilakukan oleh pihak bank. Ganti kerugian tersebut dapat berupa uang atau barang, termasuk juga pemulihan keadaan sesuatu.
Selain mengajukan gugatan perdata, Anda dapat melaporkan pejabat bank yang berwenang mengurus dokumen SHM Anda ke kepolisian atas dasar dugaan penggelapan sebagaimana diatur di dalam Pasal 372 KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.
Pasal 486 UU 1/2023:
Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.
Dikutip dari artikel Hukumnya Jika Istri Menahan Dokumen Penging Milik Suami, pada frasa melawan hukum memiliki dalam Pasal 372 KUHP merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yakni wederrechtelijk zich toeeigent yang menurut P. A. F. Lamintang berarti menguasai secara melawan hukum. Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) memberikan kaidah hukumnya dalam putusan Arrest Hoge Raad tanggal 31 Oktober 1927, yang pada intinya menyatakan bahwa perbuatan menahan barang milik orang lain tanpa alas hak yang sah dapat dikategorikan sebagai perbuatan menguasai secara melawan hukum dan oleh karena itu memenuhi unsur memiliki secara melawan hukum dalam tindak pidana penggelapan.
Berdasarkan penjelasan di atas, apabila pihak bank tidak kunjung mengembalikan dokumen SHM dan SHT tersebut, meski sudah dilakukan pelunasan terhadap utang/kredit Anda, maka Anda dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan PMH dan/melaporkan pejabat bank yang berwenang kepada pihak kepolisian dengan dugaan penggelapan. Namun patut dicatat bahwa upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta