Supported by PT. Telkom Indonesia
Senin, 23 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-09-30 10:04:24
Hutang Piutang
TINDAK PENIPUAN
  • Bahwa saya bekerja sebagai Distributor sembako murah dimana saya  berperan sebagai orang yang mempromosikan sembako-sembako murah serta menyampaikan pesanan dan menyetor biaya pembayaran sembako kepada sdr X (nama samaran) yang merupakan produsen sembako; 
  • Bahwa saya berhasil mengumpulkan konsumen dengan jumlah yang terbilang banyak dan kegiatan transaksi jual-beli sembako murah sudah berjalan dengan lancaran selama 3 (tiga) minggu namun disini saya belum mendapatkan upah atas pekerjaannya sebagai distributor karena sdr X menjanjikan akan memberikan upah kepada saya di minggu ke-4 (keempat) penjualan sembako murah;
  • Bahwa saat sudah memasuki minggu ke-4 (keempat) disaat saya sudah menyampaikan pesanan sembako yang mengalami kenaikan disbanding minggu-minggu sebelumnya dan sudah menyetorkan biaya pembayaran sembako ke sdr X, tiba-tiba saja sembako-sembako tersebut tak kunjungan diberikan oleh sdr X bahkan ketika sudah melewati waktu seminggu pun sdr X tak kunjung memberikan sembako-sembako tersebut;
  • Bahwa konsumen yang sudah terlanjur kecewa karena sembako pesanannya tidak kunjung datang, para konsumen pun meminta pengembalian uang ke saya namun karena uang-uang milik konsumen sudah disetor kepada sdr X, maka sdr Atika tidak bisa mengembalikan uang-uang milik konsumen;
  • Bahwa saya mendapati bahwa ternyata uang-uang hasil sembako tersebut tidak digunakan untuk oleh sdr X untuk modal biaya produksi sembako, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan sampai saat ini pun sdr X tidak bisa memberikan sembako-sembako sesuai pesanan konsumen;
  • Bahwa para konsumen melaporkan saya kepada pihak Kepolisian atas tuduhan penipuan karena disini sdr Atika Wahidi lah yang bertemu langsung dengan para konsumen sehingga para konsumen pun menyangka bahwa saya yang melakukan penipuan.

dengan demikian, adapaun yang ingin saya tanyakan adalah :

  1. Apakah saudara Atika Wahidi dapat melepaskan diri dari segala tuduhan mengingat bukan sdr Atika Wahidi lah yang menggunakan uang-uang dari para konsumen?
  2. apakah sdr Atika Wahidi dapat mengajukan gugatan perdata kepada sdr X supaya sdr X mengembalikan uang-uang konsumen dan membayar upah hasil sdr Atika Wahidi bekerja sebagai distributor sebako murah di minggu sebelumnya?
Dijawab tanggal 2024-09-30 10:06:08+07

Bahwa Tim Jaksa Pengacara Negara menjelaskan secara normatif yuridis sebagai berikut:

Tindak pidana penipuan adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Penipuan dapat dilakukan dengan menggunakan tipu muslihat, nama palsu, kedudukan palsu, atau kebohongan.

Tindak Pidana Penipuan telah diatur dalam Pasal 378 KUHP dengan bunyi “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.

Bahwa dalam kasus yang dialami oleh sdr Atika Wahidi, dalam proses penyelidikan atas laporan yang oleh para konsumen kepada sdr Atika Wahidi, sdr Atika Wahidi harus dapat memberikan keterangan dan bukti-bukti kuat bahwa bukan dirinya lah yang melakukan penipuan tersebut dengan syarat bahwa sdr Atika Wahidi benar-benar tidak mendapatkan keuntungan sepeser pun atas tindak penipuan yang telah dilakukan oleh sdr X karena jika sdr Atika Wahidi sempat mendapatkan keuntungan, maka sdr Atika Wahidi dapat memiliki peluang ditetapkan menjadi tersangak meskipun telah terbukti bahwa sdr X adalah tersangka utama, dengan sangkaan atas pidan penyertaan yang diatur pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi “pelaku tindak pidana kejahatan adalah orang yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doenplegen), dan turut serta melakukan (medepleger)”.

Apabila sudah terbukti bahwa sdr Atika Wahidi tidak ikut andil dalam tindak pidana penipuan ini, sdr Atika Wahidi dapat melaporkan kembali sdr X ke Kepolisian atas dasar Tindak Pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP) dengan unsur Pasal yang dapat dipenuhi yaitu :

  • Barang Siapa

Unsur Barang Siapa adalah subjek hukum yang melakukan perbuatan yang kepadanya dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana atas kesalahan yang dilakukannya dalam upaya pembuktian. Bahwa dalam permasalahan ini sdr X mampu bertanggungjawab dan dari diri tersangka tidak ada ditemukan alasan pembenar maupun pemaaf yang sifatnya dapat menghapuskan perbuatan pidana yang dilakukannya dan segala indentitasnya dan tersangka merupakan orang yang keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya;

  • Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

Bahwa  unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, Tersangka melakukan perbuatan tersebut memang harus dengan tujuan hendak menguntungkan dirinya atau orang lain dari penipuan yang dilakukannya tersebut. Unsur secara melawan hukum atau Wederrechtelijk menurut Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, SH, yaitu si pelaku harus tidak mempunyai hak. Yang mana dalam permasalahan ini, sdr X telah menguntungkan dirinya sendiri dengan cara melakukan penipuan;

  • Dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya

Bahwa tindakan yang dilakukan oleh tersangka dan tujuan tersangka melakukan tindakan tersebut. Tindakan tersangka yang memenuhi rumusan unsur pasal ini adalah bahwa penipuan yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan perkataan perkataan bohong dan tujuan terdakwa melakukan hal tersebut adalah agar korbannya menyerahkan suatu barang. Yang dalam hal ini sdr X telah melakukan serangkaian kebohongan dengan tidak memberikan hak sembako kepada para konsumen yang telah membayar dengan berusaha menggerakan sdr Atika Wahidi untuk melakukan sesuai perintahnya.

Sedangkan penipuan dalam konteks Hukum Perdata tidak didefinisikan dengan jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), namun dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 1328 KUH Perdata, yang sesuai terjemahan Prof. R Subekti, S.H., dan R. Tjitrosudibio, halaman 340, berbunyi sebagai berikut:

Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal. 24) menjelaskan bahwa penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Pihak yang menipu tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya. Misalnya mobil yang ditawarkan diganti dulu mereknya, dipalsukan  nomor mesinnya, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Subekti juga menambahkan bahwa menurut yurisprudensi, tidak cukup orang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, melainkan harus ada rangkaian kebohongan atau suatu perbuatan yang dinamakan tipu muslihat.

Bahwa Tim Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Bangka dalam hal ini berkesimpulan bahwa:

  1. Bahwa menurut pendapat kami, sdr Atika Wahidi dapat saja terlepas dari dugaan Penipuan dimana sdr Atika Wahidi harus dapat memberikan keterangan dan bukti-bukti kuat bahwa bukan dirinya lah yang melakukan penipuan tersebut dengan syarat tidak mendapatkan keuntungan sepeser pun atas tindak penipuan yang telah dilakukan oleh sdr X karena jika sdr Atika Wahidi sempat mendapatkan keuntungan, maka sdr Atika Wahidi dapat memiliki peluang ditetapkan menjadi tersangak meskipun telah terbukti bahwa sdr X adalah tersangka utama;
  2. Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 1328 KUH Perdata sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penipuan tidak boleh sekedar dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan. Pembuktian mengenai adanya rangkaian kebohongan atau tipu muslihat tentunya akan lebih maksimal apabila diproses di pengadilan pidana, ketimbang pengadilan perdata. Hal ini sejalan dengan salah satu asas pembuktian yang berbunyi “Siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya” (affirmanti incumbit probate), sebagaimana diatur  dalam Pasal 1865 KUH Perdata. Dengan demikian, apabila sudah ada putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) atas penipuan yang Sdr Atika Wahidi alami tersebut, tentunya akan lebih memudahkan Sdr Atika Wahidi dalam pembuktian gugatan perdata terhadap si pelaku atau setidak-tidaknya dapat meminimalisir gugatan perdata Sdr Atika Wahidi dinyatakan terlalu dini untuk diajukan (premature), sehingga dapat mengakibatkan gugatan Sdr Atika Wahidi dinyatakan tidak dapat diterima (niet on vankelijk verklaard). Dalam pengalaman praktik kami sebagai Jaksa Pengacara Negara, kami menemukan adanya pengecualian dari jawaban kami tersebut di atas, salah satunya adalah gugatan perdata dengan dasar wanprestasi (perbuatan ingkar janji) atas cek yang tidak ada dananya (cek kosong), yang sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong, yang langsung mengkualifikasikan penerbitan cek kosong sebagai tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUH Pidana. Untuk itu, sebagai referensi tambahan untuk Sdr Atika Wahidi, kami akan mengutip Putusan Mahkamah Agung RI No. 63 K/Pdt/1987 tanggal 15 Oktober 1988, dengan kaidah hukum sebagai berikut: “Dalam hal Tergugat membayar harga barang yang dibelinya dengan giro bilyet yang ternyata tidak ada dananya/kosong, dapat diartikan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi dan mempunyai hutang atau pinjaman kepada Penggugat sebesar harga barang tersebut dan tentang ganti rugi karena si pembeli terlambat membayar, maka ganti rugi tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga yang tidak diperjanjikan, yaitu 6 % setahun”.
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. BANGKA
Alamat : Jl. Pemuda No.02, Parit Padang, Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung 33215
Kontak : 81288618658

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hutang Piutang
Teman Saya Meminjam Uang Pakai Nama Saya

Halo Bapak/Ibu saya ingin bertanya.

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.