Apakah bisa dimintakan ganti rugi terhadap pengasuh anak yang lalai terhadap anak yang diasuhnya sehingga menyebabkan anak yang diasuhnya terluka akibat kelalaiannya?
Asssalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh, menanggapi pertanyaan Bapak/Ibu, merujuk pada Peraturan Perundang- Undangan yakni dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35 Tahun 2014), menyebutkan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adapun anak wajib mendapatkan perlindungan, yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kekerasan sendiri diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Perbuatan pengasuh anak tersebut sudah melanggar Pasal 76C UU 35/2014 sebagai berikut:
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Selanjutnya, setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76C UU 35/2014 berpotensi dipidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014. Namun, apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta. Sedangkan jika anak mati, pelaku dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 3 miliar. Adapun pidana ditambah 1/3 jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tuanya sendiri.
Tindak Pidana Kekerasan dalam UU PKDRT, dalam UU PKDRT, lingkup rumah tangga meliputi anak dan orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Sehingga, pengasuh anak termasuk dalam orang yang bekerja dan dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Pada dasarnya, menurut Pasal 5 huruf a UU PKDRT, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik. Kekerasan fisik tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Adapun orang yang melanggar ketentuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.
Namun menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, menyebabkan luka. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan.
Kesimpulannya, jika korban kekerasan/penganiayaan masih kecil atau Balita, maka akan mengacu pada ketentuan UU 35 Tahun 2014. Hal ini karena UU 35 Tahun 2014 merupakan lex specialis dari KUHPidana sebagai lex generali, sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generali. Dengan demikian, pelaku berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU 35 Tahun 2014 dengan pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta. Namun, jika anak korban ternyata mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35 Tahun 2014.
Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur kekerasan/penganiayaan sebagaimana diatur dalam UU 35 Tahun 2014, UU PKDRT, atau KUHP. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.
Sekian yang dapat kami tanggapi dari pertanyaaan Ba[ak/Ibu semoga bermanfaat, terimakasih, wasssalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh..
Bagaimana cara menuntut pengembalian