Orangtua saya meminjamkan sertifikat tanah ke tetangga dengan dalih untuk dijualkan tanpa sepengetahuan dan seiizin saya. Sertifikat tersebut dijadikan jaminan ke sebuah koperasi tanpa sepengetahuan orangtua saya. Pihak koperasi menagih utang kepada orangtua saya dikarenakan tetangga saya tidak lagi membayaran utang tersebut. Apa tindakan yang harus dilakukan terhadap koperasi tersebut?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”).
Perjanjian jaminan, seperti hak tanggungan, merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian utang piutang.
Pasal 10 ayat (1) UUHT:
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
APHT akan dikirimkan ke Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganannya untuk didaftarkan. Hak tanggungan lahir pada hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Pemberi hak tanggungan haruslah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Dalam APHT juga wajib dicantumkan, salah satunya, nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan.Karena hak tanggungan diberikan melalui perjanjian berupa APHT, maka, jika ada APHT dalam penjaminan sertifikat yang Saudara tanyakan, maka APHT telah ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang. Maka, APHT jika ada, dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Jika APHT tidak pernah ada, berarti tidak pernah ada pemberian hak tanggungan, sehingga koperasi pun tidak berwenang untuk mengeksekusi tanah Saudara untuk pelunasan utang tersebut.
Dugaan Penipuan
Peminjaman sertifikat hak atas tanah dengan dalih untuk membantu menjual tanah, namun ternyata malah menjaminkannya, dapat diduga merupakan tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Dugaan Penggelapan
Selain penipuan, perbuatan tersebut juga patut diduga sebagai tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Dalam kasus yang Saudara tanyakan, orang tersebut dapat dijerat dengan Pasal 372 KUHP, jika ia terbukti sengaja menguasai dan bertindak seolah-olah sebagai pemilik sertifikat hak atas tanah orangtua Saudara untuk menjaminkannya.
Dugaan Pemalsuan Surat
Perbuatan tersebut juga dapat diduga merupakan tindak pidana pemalsuan dan/atau pemakaian surat kuasa palsu yang dilakukan oleh peminjam tersebut agar seolah-olah mendapat kuasa dari orangtua Saudara untuk menjaminkan sertifikat tersebut.
Pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP:
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Selain itu, dapat diduga pula adanya pemalsuan dan/atau pemakaian APHT palsu sebagai akta autentik yang diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka 1 dan ayat (2) KUHP:
Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP
Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
Pasal 264 ayat (2) KUHP
“Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian”.
Dampak Hukum bagi Koperasi
Menurut Rusti Margareth Sibuea, sepanjang koperasi sebagai penerima hak tanggungan beriktikad baik dan tidak mengetahui atau tidak menduga adanya perbuatan melanggar hukum dalam penjaminan sertifikat tersebut, maka koperasi tidak dapat dijerat sanksi pidana".
Menurutnya, pemilik sertifikat hak atas tanah dapat menjadikan pihak koperasi sebagai turut tergugat dalam pengajuan pembatalan APHT maupun dalam gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata atas penjaminan sertifikat hak atas tanah tanpa izin orangtua Saudara pada koperasi. Hal ini dikarenakan pihak koperasi adalah pihak yang juga berkepentingan dalam penjaminan tersebut, sehingga harus dijadikan turut tergugat agar gugatan tidak kurang pihak.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta