Dijawab tanggal 2024-08-12 09:41:56+07
Halo M. Sahrul Rosi
Terima kasih atas pertanyaannya.
- Bahwa LSD atau Lahan Sawah yang Dilindungi sebagaimana Anda sampaikan dalam pertanyaan. Salah satu tujuan pemerintah menetapkan suatu kawasan menjadi LSD adalah untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah dan memenuhi ketersediaan lahan sawah untuk mendukung pangan nasional. Adapun, terkait dengan rencana pembangunan perumahan oleh developer di kawasan yang ditetapkan menjadi LSD, berdasarkan ketentuan Keenam Kepmen ATR/Kepala BPN 1589/2021 yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 2021 berbunyi, “Izin atau Hak Atas Tanah nonpertanian yang masuk dalam Peta Lahan Sawah yang Dilindungi namun penerbitannya sebelum penetapan peta dimaksud dapat dikeluarkan dari Peta Lahan Sawah yang Dilindungi”. Dengan demikian, jika pihak developer telah mendapat Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat sebelum tanggal 16 Desember 2021, maka pembangunan cluster perumahan pada dasarnya tetap dapat dilaksanakan.
- Bahwa dalam melakukan jual-beli unit perumahan, biasanya penjual (dalam hal ini developer) dan pembeli mengikatkan dirinya ke dalam suatu perjanjian, baik itu diawali dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau Perjanjian Jual Beli (PJB) yang di dalamnya terdapat klausul-klausul hak dan kewajiban pembeli dan developer, termasuk lamanya pembangunan rumah yang dilakukan oleh developer dan serah terima unit rumah yang diperjanjikan tersebut. Developer perumahan yang molor atau terlambat membangun rumah sebagaimana yang telah diperjanjikan dapat dikatakan telah ingkar janji (wanprestasi) sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi, “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Mariam Darus Badrulzaman dalam buku yang berjudul Hukum Perikatan dalam KUHPerdata Buku Ketiga: Yurisprudensi, Doktrin, serta Penjelasan, menerangkan kriteria untuk menyatakan lalai, antara lain (hal. 22):
- Saat debitur lalai adalah sejak kepada debitur disampaikan teguran;
- Pernyataan lalai dilakukan melalui surat perintah, akta sejenis, dan demi perikatannya sendiri;
- Waktu pemenuhan perikatan telah lewat.
- Bahwa dikatakan bahwa developer telah melakukan wanprestasi karena tidak membangun cluster perumahan sesuai waktu yang diperjanjikan, maka berdasarkan Pasal 1267 KUHPerdata, Anda dapat memilih untuk memaksa developer tetap memenuhi perjanjian; atau menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
3. Ketika terjadi permasalahan tersebut, maka ada beberapa upaya hukum yang dapat saudara lakukan, antara lain:
- Memberikan somasi atau teguran
Dalam KUHPerdata pada dasarnya tidak dikenal istilah somasi. Namun menurut J. Satrio dalam artikel Beberapa Segi Hukum tentang Somasi (Bagian I) ada istilah lain yang biasa dikaitkan dengan somasi, yaitu “in gebreke gesteld” yang bisa diterjemahkan menjadi “pernyataan lalai” (atau “dinyatakan dalam keadaan lalai”) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata.
- Mengajukan gugatan wanprestasi
Anda dapat menggugat developer karena wanprestasi jika setelah dilakukan somasi, developer tetap tidak membayarkan refund sesuai kesepakatan. Anda selaku penggugat atau melalui kuasa hukum mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi.
- Melakukan penyelesaian sengketa di BPSK
Selain secara litigasi, yaitu upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi di pengadilan, Anda dapat memilih penyelesaian sengketa non litigasi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LUWU TIMUR
Alamat : Jl. Soekarno Hatta, Desa Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan 92936
Kontak : 85343723283