Pada kasus Masjid di daerah Pemohon, proses tukar guling telah dilakukan sejak tahun 2000. Wakif mewakafkan tanah yang dimiliki melalui surat wasiat yang disaksikan petugas kelurahan. Dalam surat wasiat tersebut wakif menyerahkan ¼ tanahnya untuk diwakafkan pada Masjid dan sisanya akan dibagikan kepada ahli waris. Tanah wakaf yang awalnya terletak 2 rumah dari masjid ditukar dengan tanah yang letaknya berdampingan dengan masjid.
Alasan dari dilakukannya tukar guling ini adalah untuk perluasan wilayah masjid. Tanah yang digunakan sebagai pengganti memiliki luas yang sedikit lebih kecil dibanding tanah wakaf awal. Namun karena letaknya yang berdampingan dengan masjid, maka para nadzir memutuskan untuk tetap melaksanakan proses tukar guling didasarkan atas nilai manfaatnya yang lebih besar bagi masjid. Pelaksanaan tukar guling ini dilakukan hanya atas dasar saling percaya antara nadzir dengan pihak yang terkait, tanpa adanya ikrar wakaf dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW).
Beberapa alasan yang menjadikan wakif tidak membuat akta ikrar wakaf diantaranya adalah kurangnya pengetahuan wakif mengenai tata cara pelaksanaan ikrar wakaf serta kurangnya kesadaran dan kepedulian mengenai pentingnya akta ikrar wakaf untuk mempertahankan kedudukan harta wakaf tersebut dalam hukum. Selain legalisasi ikrar wakaf yang tidak dilaksanakan juga dipengaruhi kurangnya pengetahuan nadzir mengenai tanggung jawab pengelolaan harta benda wakaf. Karena tidak adanya akta ikrar wakaf, maka ahli waris tanah yaitu Pemohon mengalami kesulitan dalam proses mengurus akta tukar guling untuk memperoleh sertipikat hak milik.
Ditinjau dari Pasal 49 ayat (2) yang menyatakan bahwa Undang-Undang memperbolehkan praktek tukar guling yang dilakukan demi kepentingan agama secara langsung, maka pelaksanaan tukar guling masjid tersebut adalah legal. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan apabila:
a. harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.
Karena untuk pengajuan izin tukar menukar diharuskan adanya akta tukar guling, hal ini sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Wakaf yang diserahkan oleh wakif kepada masjid hanya berdasarkan surat wasiat yang disaksikan oleh kelurahan. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 31 menyatakan dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang Pasal 21 menyatakan dalam hal wakaf belum dituangkan dalam AIW, sedangkan perbuatan wakaf telah terjadi dan wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW. APAIW dibuat oleh PPAIW berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah), keterangan 2 (dua) orang saksi; dan/atau keterangan Nazhir. Pembuatan APAIW dilaksanakan atas permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.
Prosedur pembuatan akta ikrar wakaf Masjid dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang termuat dalam Pasal 35 tentang Tata Cara Pembuatan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf yakni Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf. Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah) tentang keberadaan benda wakaf. Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat. PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/ kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW. Tidak adanya akta ikrar wakaf menjadikan proses untuk pembuatan akta tukar guling memerlukan surat pernyataan pelepasan hak dari ahli waris wakif. Banyaknya ahli waris wakif yang sudah meninggal mengakibatkan ahli waris tanah pengganti harus mencari keturunan dari ahli waris wakif, hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Beberapa keturunan dari ahli waris wakif merasa masih memiliki hak atas tanah wakaf tersebut, sehingga menolak untuk menandatangani pernyataan pelepasan hak atas tanah wakaf. Dengan adanya penolakan ini maka pihak ahli waris tanah pengganti mencari solusi kepada notaris yang ditunjuk untuk penyelesaian sengketa ini.
Berdasarkan hukum positif di Indonesia yakni dalam BAB VII Pasal 62 Undang-Undang Wakaf apabila terjadi persengketaan tanah wakaf maka dapat dilakukan musyawarah mufakat sebagai bentuk penyelesaiannya. Apabila musyawarah tidak mencapai hasil yang disepakati maka penyelesaian permasalahan tanah wakaf dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama.
Dalam kasus Masjid ini pihak ahli waris tanah menyelesaikan sengketa dengan ahli waris wakif melalui musyawarah didampingi nadzir sebagai pihak tengah. Nadzir menunjukkan surat wasiat dari wakif bahwa tanah tersebut ¼ bagiannya telah diwakafkan untuk masjid. Setelah dilakukan musyawarah bersama pihak nadzir barulah ahli waris wakif setuju untuk menandatangani pernyataan pelepasan hak. Setelah didapatkan pernyataan pelepasan hak, ahli waris tanah pengganti didampingi notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) selanjutnya mengajukan izin tukar guling. Pengajuan izin tukar guling secara tertulis diajukan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Propinsi Jawa Tengah. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa perizinan tukar menukar harta benda wakaf berupa tanah wakaf dapat diajukan kepada Kepala Kantor Agama Propinsi jika luas tanah wakaf tersebut kurang dari 5000 m2, jika luas tanah wakaf lebih dari 5000 m2 maka permohonan izin diajukan kepada Menteri Agama. Karena luas tanah wakaf dari Masjid hanya sekitar 130m maka permohonan izin tukar menukar dapat diajukan melalui Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Tengah. Mekanisme tukar guling tanah wakaf telah diatur dalam Pasal 50 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2018 bahwa izin tertulis dari Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5) diperoleh dengan mekanisme Nazhir mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor dengan melampirkan: Dokumen harta benda Wakaf meliputi Akta Ikrar Wakaf pengganti Akta Ikrar Wakaf dan sertifikat Wakaf atau sertifikat harta benda serta bukti lain kepemilikan harta benda yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan, dokumen harta benda penukar berupa sertifikat atau bukti lain kepemilikan harta benda yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hasil penilaian harta benda Wakaf yang akan ditukar dan penukarnya oleh Penilai atau Penilai Publik; dan Kartu tanda penduduk Nazhir.
Pencatatan kepemilikan tanah secara hukum dilakukan untuk memperoleh kepastian serta perlindungan hukum baik bagi pemegang hak atas tanah atau bagi pihak yang berkaitan. Syarat yang harus dipenuhi untuk pendaftaran tanah wakaf hak milik adalah syarat materiil dan syarat formal. Syarat materiil berhubungan dengan wakif dan nadzir yakni baik wakif maupun nadzir haruslah orang dewasa, berakal sehat, dan tidak tercabut haknya dalam melakukan perbuatan hukum. Sementara syarat formal berupa sertipikat hak milik serta akta ikrar wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yang selanjutnya akta tukar guling tersebut akan didaftarakan ke Kantor Pertanahan setempat sehingga diterbitkan sertipikat wakaf. Setelah mendaftarkan tanah dan mendapatkan sertifikat, maka pemegang hak tanah telah memiliki bukti yang kuat atas tanah tersebut. Selain banyaknya tahapan yang harus dilalui serta tidak adanya akta ikrar wakaf, beberapa hal yang membuat proses tukar guling membutuhkan waktu yang lama dalam kasus ini diantaranya banyaknya pihak terkait seperti nadzir, dan ahli waris wakif yang telah meninggal sehingga untuk proses kelengkapan administrasi menjadi terhambat. Oleh karena itu sudah seharusnya bagi seorang wakif dalam melaksanakan ikrar wakaf harus merujuk pada Peraturan Pemerintah maupun Undang-Undang perwakafan yang berlaku, sehingga dengan demikian tanah wakaf dapat dilindungi oleh hukum dan terhindar dari pihak-pihak yang akan menyalahgunakannya.
Bagaimana cara menuntut pengembalian