Saya seorang WNI dan istri saya adalah WNA. Ketika kami sepakat akan membeli rumah melalui program KPR, ternyata bank menolak, karena kami tidak mempunyai hak untuk memiliki tanah dan bangunan. Ada beberapa developer yang menyarankan, bahwa hak memiliki tanah/bangunan diberikan kepada anak saya (umur 3 tahun, WNI) dan diproses melalui pengadilan, setelah itu kami mengajukan kembali ke bank. Pertanyaan saya adalah, apakah seorang WNI yang menikah dengan WNA akan otomatis kehilangan hak tersebut? Undang-undang apa yang melindungi kami sebagai warga minoritas? Adakah jalan lain, sehingga kami dapat membeli rumah melalui kredit di bank? Apabila kepemilikan ini saya berikan kepada anak saya yang di bawah umur, jalur hukum apa yang perlu saya tempuh dan perhatikan? Sebelumnya kami ucapkan terima kasih.
Mencermati penjelasan Anda, kami melihat bahwa terkait status perkawinan Anda, yang mana Anda sebagai seorang warga negara Indonesia (“WNI”) menikah dengan istri Anda yang warga negara asing (“WNA”) merupakan perkawinan campuran. Pasal 57 UU Perkawinan mendefinisikan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Kemudian, Anda menyebutkan bahwa pembelian rumah melalui program Kredit Pemilikan Rumah (“KPR”) oleh Anda dan pasangan ditolak oleh bank. Kami asumsikan bahwa Anda berencana untuk membeli rumah beserta tanah berstatus hak milik. Hal ini berkaitan dengan harta dalam perkawinan Anda yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin yang mengatur sebaliknya.Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Adapun perjanjian kawin boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan. Perihal ini diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan jika Anda tidak mempunyai perjanjian kawin, maka rumah yang Anda beli akan menjadi harta bersama antara Anda dengan istri Anda yang WNA (hal ini menyebabkan adanya percampuran harta). Ini mengakibatkan pasangan WNA Anda memiliki setengah dari hak milik atas tanah dan bangunan (rumah) tersebut, dan melanggar ketentuan hak milik hanya untuk WNI.
Merujuk pada ketentuan UU Agraria, hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik, dengan demikian istri Anda tidak dapat mempunyai hak milik. Sehingga ini mengakibatkan Anda yang tidak memiliki perjanjian kawin dengan istri Anda menjadi tidak dapat memiliki tanah hak milik karena tanah dan rumah yang dibeli dalam perkawinan akan menjadi harta bersama.
Namun demikian, Anda dapat membuat perjanjian kawin sebelum membeli tanah hak milik beserta rumah tersebut. Dengan adanya perjanjian kawin, Anda dapat memperjanjikan tidak ada harta bersama dalam perkawinan, sehingga Anda sebagai WNI dapat mempunyai tanah hak milik. Apa yang diperoleh dan dimiliki oleh Anda sebagai pihak suami maupun kepemilikan istri Anda tetap berada penguasaan masing-masing.
Adapun terkait status kewarganegaraan anak Anda, pada dasarnya setiap anak yang terlahir dari perkawinan campuran secara hukum dianggap memiliki kewarganegaraan ganda hingga anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin, ia harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 4 huruf c UU 12/2006.
Sedangkan, terkait hak milik atas tanah dalam Pasal 26 ayat (2) UU Agraria menegaskan:
Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Jadi, berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut, Anda juga tidak dapat mengalihkan kepemilikan hak milik atas tanah kepada anak Anda yang berusia 3 tahun karena ia masih berkewarganegaraan ganda akibat perkawinan campuran.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp