Kakek kami menerima warisan tanah leluhurnya sejak ayah kami belum lahir. Lalu sebagian kecil tanah kebunnya diberikan kepada ayah kami�� 7m x 12 m, tahun 1975 lalu dibangun dan ditempati sampai sekarang berarti sudah selama 49 tahun terus menerus.
Lalu, tahun 2023 diklaim oleh pihak adat bahwa tanah kakek adalah tanah adat. Tetapi mereka tidak punya bukti/tidak bisa membuktikan secara tertulis yang bersifat yuridis formil. Dan mereka diminta menempuh jalur hukum juga tidak mau.
Kami ikut program PTSL dengan membuat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah selama 49 tahun tapi tetap diwajibkan ada SK Pembagian Waris, SK Ahli Waris. Solusinya bagaimana ya?
Tanah adat sebagaimana Anda maksud dalam pertanyaan disebut dengan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat atau tanah ulayat yaitu tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.
Adapun, hak untuk menguasai atas tanah ulayat oleh masyarakat hukum adat ini dikenal dengan hak ulayat. Boedi Harsono pada bukunya Hukum Agraria Indonesia menjelaskan bahwa hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya, yang sebagai telah diuraikan di atas merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa (hal. 185-186).
Selain itu, berkenaan dengan tanah ulayat Pasal 3 UUPA menjelaskan sebagai berikut:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Dengan demikian, maka hak ulayat dilaksanakan sepanjang pada kenyataannya masih ada menurut ketentuan hukum adat yang berlaku oleh masyarakat adat dengan ketentuan:[2]
Untuk mempermudah kenyataaan ada atau tidaknya hak ulayat, terdapat pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan Permendagri 52/2014, yaitu diterbitkannya keputusan kepala daerah mengenai penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.[3] Dengan adanya pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat akan mempermudahnya penentuan ada atau tidaknya hak ulayat.
Lebih lanjut, pelaksanaan hak ulayat oleh masyarakat adat tidak dilakukan dalam hal bidang tanah:[4]
Kemudian, pencatatan tanah ulayat ke dalam daftar tanah ulayat dilaksanakan melalui pengadministrasian pertanahan sepanjang kenyataannya masih ada menurut ketentuan hukum adat yang berlaku oleh masyarakat adat seperti yang diatur di atas.[5]
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami mengasumsikan bahwa bukti yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah bukti pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah ulayat atau bukti masih ada tanah ulayat berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku oleh masyarakat adat. Jika demikian, maka secara yuridis normatif masyarakat adat yang tidak memiliki bukti bahwa tanah warisan Anda adalah tanah ulayat tidak dapat mengklaim tanah tersebut sebagai tanah ulayat milik masyarakat adat.
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.[6]
Kemudian, sebelum Anda melakukan pendaftaran tanah warisan, berdasarkan artikel Tanah Warisan Belum Bersertifikat, Begini Cara Mengurusnya, Anda sebagai ahli waris harus melakukan pengurusan surat kematian dan pengurusan surat keterangan ahli waris. Surat keterangan ahli waris digunakan untuk membuktikan pihak yang berhak atas harta waris yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal (pewaris) karena adanya kematian.
Surat tanda bukti sebagai ahli waris berdasarkan Pasal 111 ayat (1) huruf c Permen ATR/BPN 16/2021 dapat berupa:
Oleh karena itu, jika Anda mengikuti program pendaftaran tanah sistematis lengkap (“PTLS”) diwajibkan memiliki surat keterangan ahli waris yang dapat memilih bentuk surat keterangan ahli waris berdasarkan yang sudah dijelaskan di atas.
Selanjutnya, Anda menyatakan bahwa Anda mengikuti PTSL yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya,[7] dengan membuat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah selama 49 tahun.
Untuk melakukan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang oleh panitia adjudikasi dianggap cukup.[8]
Namun, jika alat-alat pembuktian sebagaimana disebut di atas tidak ada atau tidak lagi tersedia, maka pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat:[9]
Penguasaan terhadap tanah warisan dalam kasus Anda dipermasalahkan oleh masyarakat yang mengatasnamakan dirinya sebagai masyarakat hukum adat. Jika hal demikian terjadi, maka ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.[10]
Jika musyawarah untuk mufakat membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.[11]
Namun, dalam hal usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak
dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke pengadilan.[12]
Dengan demikian, jika Anda akan melakukan pendaftaran tanah warisan melalui PTSL namun terdapat sengketa karena ada klaim tanah warisan Anda sebagai tanah ulayat, maka terlebih dahulu dilakukan musyawarah mufakat. Jika tidak berhasil, maka dapat dilakukan gugatan ke pengadilan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (“Permen ATR/BPN 14/2024”)
[2] Pasal 2 ayat (1) dan (2) Permen ATR/BPN 14/2024
[3] Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
[4] Pasal 3 Permen ATR/BPN 14/2024
[5] Pasal 4 ayat (1) dan (2) Permen ATR/BPN 14/2024
[6] Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”)
[7] Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
[8] Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997
[9] Pasal 24 ayat (2) PP 24/1997
[10] Pasal 27 ayat (1) PP 24/1997
[11] Pasal 27 ayat (2) PP 24/1997
[12] Pasal 27 ayat (3) PP 24/1997
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp