Izin bertanya jika kita akan melakukan akad KPR dengan notaris dengan KPR atas nama istri, apakah boleh suami tidak ikut hadir akad karena bekerja jauh di luar kota? Adakah cara lain supaya akad tetap bisa berlangsung?
Akad, menurut KBBI adalah janji, perjanjian, kontrak. Lebih lanjut, dijelaskan Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad (hal. 45) dalam buku Transaksi Bank Syariah, hubungan hukum antara nasabah dengan bank syariah adalah hubungan kontraktual. Dalam bahasa Indonesia, istilah kontrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Kedua istilah tersebut merupakan terjemahan dari contract atau agreement (bahasa Inggris) dan overeenkomst (bahasa Belanda). Kontrak atau perjanjian dalam bahasa Arab disebut dengan akad berasal dari al-aqdun yang berarti ikatan atau simpul tali. Kata akad secara terminologi fikih adalah perikatan antara ijab (penawaran) dengan kabul (penerimaan) secara yang dibenarkan syara.
Dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang akan berimplikasi kepada harta benda perkawinan atau harta bersama, maka perbuatan hukum tersebut harus atas persetujuan suami atau istri. Dalam hal ini, maka penandatangan akad Kredit Pemilikan Rumah (“KPR”) tentunya suami harus hadir secara fisik untuk menandatangani perjanjian di hadapan pihak bank, notaris, dan saksi-saksi secara bersama-sama sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UU 2/2014.
Pasal 16 ayat (1) huruf m UU 2/2014 tersebut menentukan bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi, atau 4 orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf m UU 2/2014 ditegaskan bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi.
Kemudian, Pasal 16 ayat (9) UU 2/2014 mengatur sebagai berikut:
Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Meski demikian, kewajiban menghadap atau bertemu secara fisik tersebut dianggap tidak mendukung iklim bisnis yang menuntut kecepatan dan ketepatan dalam transaksi, sehingga dalam berbagai tulisan dan pandangan, ketentuan UU JN dan perubahannya ini perlu segera diubah atau diganti dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam mendukung pelaksanaan tugas jabatan notaris yang sering disebut dengan istilah cyber notary atau e-notary.
Lantas, apabila suami berhalangan datang secara fisik dalam penandatangan akad (perjanjian) KPR sebagaimana Anda maksud, maka suami dapat memberikan surat kuasa khusus kepada istri untuk menghadap dan menandatangani akta KPR di hadapan notaris.
Pembuatan surat kuasa khusus itu didasarkan pada Pasal 1795 KUH Perdata yang menentukan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa
Surat kuasa khusus pada hakikatnya dapat dibuat dengan akta di bawah tangan (dibuat sendiri oleh suami) atau dengan akta autentik (akta notaris). Namun, bank dalam menegakkan prinsip kehati-hatian[2] akan mengharapkan atau meminta kuasa khusus tersebut dibuat dalam bentuk akta notaris, mengingat kekuatan pembuktian sempurna dari akta notaris tersebut. Dengan demikian, suami Anda dapat ke kantor notaris di kota/kabupaten wilayah tempat kerja suami Anda untuk membuat kuasa khusus yang berisi pemberian kuasa atau wewenang kepada istri untuk membuat dan menandatangani perjanjian KPR dengan bank. Selanjutnya, salinan akta notaris mengenai kuasa khusus itu dapat dikirimkan kepada istri.
Bagaimana cara menuntut pengembalian