Bahwa saudara Jamaludin membeli tanah ke pamannya sekitar 10 tahun lalu, dan pamannya menyertakan membuat pernyataan di atas meterai bahwa akan memberi akses jalan lebar 3 meter ke jalan raya dan surat pernyataan memang tidak ada saksi yang tanda tangan dan tidak ditandatangani juga oleh istri sdr Jamaludin walaupun saat itu ada istri pamannya juga. Setelah itu sdr Jamaludin urus sertifikat PTSL, dan keluar sertifikat. Di SHM tidak ada akses jalan di plot denah sertifikat, padahal akses jalan saya hanya satu. Sudah hampir 10 tahun sdr Jamaludin dan istrinya lalui, dan saat ini paman sdr Jamaludin tidak mau mengakui kalau jalan yang dia kasih 3 meter, dan dia menyangkal surat pernyataan yang dibuat. Setelah berunding, pamannya hanya mau memberikan 2 meter saja.
dengan demikian, Apakah bisa sdr Jamaludin menempuh jalur hukum dengan berdasarkan surat pernyataan lebar jalan 3 bermeterai yang di tandatangani pamannya?
Bahwa Tim Jaksa Pengacara Negara menjelaskan secara normatif yuridis sebagai berikut:
Sehubungan dengan permasalahan hukum yang dialami sdr Jamaludin, tentu saja dimungkinkan untuk menempuh jalur hukum, antara lain dengan mendasarkan bahwa surat pernyataan Paman Saudara tersebut dibuat dalam rangka dan merupakan bagian dari hal yang diperjanjikan dan tidak terpisahkan dari perikatan jual beli tanah yang Saudara dan Paman Saudara Jamaludin sepakati 10 tahun lalu sehingga hal tersebut wajib untuk dipenuhi oleh Paman Saudara. Bahkan mungkin akses jalan 3 (tiga) meter tersebut merupakan salah satu atau bahkan alasan utama alasan Saudara mau membeli tanah Paman Saudara tersebut, sehingga seandainya pada saat itu Paman Saudara tidak berjanji akan memberikan akses jalan selebar 3 (tiga) meter tentu Saudara tidak akan mau membeli tanah tersebut.
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesia) (selanjutnya disebut KUHPerdata), perbuatan paman Saudara tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan 'cedera janji', 'ingkar janji' atau 'wanprestasi'. Adapun bunyi Pasal 1243 KUHPerdata selengkapnya sebagai berikut:
"Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang ditentukan."
Berdasarkan ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata tersebut, terdapat 3 (tiga) unsur wanprestasi:
Ada perikatan;
Ada salah satu pihak yang 'cedera janji' atau 'ingkar janji';
Telah dinyatakan lalai tetapi, tetap lalai untuk memenuhi perikatan tersebut.
Mengenai pernyataan lalai memenuhi perikatan, Pasal 1238 KUHPerdata memuat ketentuan mengenai pernyataan lalai, sebagai berikut:
"Debitur adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa debitur akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan".
Ketentuan tersebut menyiratkan 2 jenis dasar pernyataan lalai, yaitu:
- Apabila di dalam perikatan telah ditentukan kapan waktunya prestasi harus dilaksanakan, maka debitur telah dapat dianggap lalai, dengan tidak dipenuhi prestasinya setelah lewatnya waktu tersebut.
- Apabila di dalam perikatan tidak ditentukan kapan waktunya prestasi harus dilaksanakan, maka debitur telah dapat dianggap lalai, dengan surat peringatan (atau umumnya dengan surat somasi yang dikirimkan kepada debitur) yang berisi pemberitahuan dan peringatan atas tidak dipenuhi prestasinya setelah lewatnya waktu tersebut.
Menurut pendapat Prof. Subekti dalam bukunya 'Hukum Perjanjian', bentuk wanprestasi dapat berupa:
Hal-hal yang dapat Saudara tuntut atas perbuatan wanprestasi paman Saudara, pada umumnya antara lain:
Pemenuhan perikatan, di mana Saudara hanya meminta pemenuhan terhadap janji di dalam surat pernyataan yang paman Saudara berikan. Pemenuhan perikatan dengan permintaan ganti kerugian termasuk biaya-biaya dan bunga, di mana Saudara meminta pemenuhan terhadap janji di dalam surat pernyataan yang paman Saudara berikan, dengan disertai permintaan ganti kerugian termasuk biaya-biaya dan bunga.
Pembatalan perikatan, di mana Saudara mengajukan pembatalan atas perikatan jual beli tanah antara Saudara dengan paman Saudara dengan alasan wanprestasi. Pembatalan perikatan dengan permintaan ganti kerugian termasuk biaya-biaya dan bunga, di mana Saudara mengajukan pembatalan atas perikatan jual beli tanah antara Saudara dengan Paman Saudara dengan alasan wanprestasi, dengan disertai tuntutan ganti kerugian, biaya-biaya dan bunga.
Menuntut ganti kerugian termasuk biaya-biaya dan bunga yang dapat diajukan diajukan ke pengadilan.
Dengan demikian, menurut pendapat kami, jika Saudara menghendaki Saudara dapat meneguhkan hak Saudara dan menuntut pemenuhan atas perikatan yang paman Saudara telah nyatakan sebelumnya, salah satunya dengan mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan sesuai dengan ketentuan dan menurut cara yang berlaku, dengan terlebih dahulu memperingatkan paman Saudara dengan surat peringatan/somasi untuk memenuhi janji/prestasi yang Saudara minta dengan harapan diperoleh kata sepakat tanpa perlu melalui sarana pengadilan.
Bagaimana cara menuntut pengembalian