Pada surat utang tertulis apabila terjadi sesuatu hal sehingga debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka tanggung jawab akan dialihkan kepada ahli waris atau wali keluarga. Apakah hal ini dapat dilaksanakan?
Terimakasih sebelumnya kami ucapkan kepada saudari atas pertanyaan yang diajukan.
Dari pertanyaan saudari yang dikaitkan dengan ahli waris, maka kami asumsikan bahwa debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang dikarenakan debitur meninggal dunia.
Berdasarkan hukum waris menurut KUHPerdata, harta peninggalan (harta warisan) dari seseorang yang meninggal dunia meliputi aktiva dan pasiva, artinya baik utang maupun juga piutang diwariskan juga kepada para ahli waris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 833 KUHPerdata yang berbunyi: “Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.”
Lebih lanjut, ahli waris pada dasarnya wajib untuk membayar utang dari pewaris. Hal ini diatur pula di dalam Pasal 1100 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan.”
Namun demikian, dalam hukum waris berdasarkan Pasal 1045 KUHPerdata, disebutkan bahwa tidak seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. Hal ini berkaitan dengan hak untuk berpikir bagi ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata.
Terkait dengan “Hak Berpikir”, J. Satrio menjelaskan bahwa karena seorang ahli waris demi hukum memperoleh semua hak dan kewajiban si pewaris, maka ada konsekuensi yang tidak adil terhadap seseorang, sebab suatu warisan tidak selalu mempunyai saldo yang positif. Pasalnya, tidak tertutup kemungkinan jumlah utang pewaris melebihi aktiva pewaris.
Lantas mengenai tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris tersebut tergantung pada sikap seorang ahli waris terhadap harta peninggalan (warisan), apakah ia akan menerima secara murni, menerima dengan catatan, atau menolak warisan. Apabila seorang ahli waris menerima warisan secara murni, maka berakibat ia akan bertanggung gugat atas utang dari pewaris meskipun harta warisan yang diterimanya tidak mencukupi. Selanjutnya, apabila ahli waris menerima warisan dengan catatan, maka ia turut bertanggung gugat sebatas harta warisan yang diterimanya.
Namun, jika seorang ahli waris menolak warisan, maka ia bukanlah ahli waris dan penolakan ini harus dinyatakan secara tegas di kepaniteraan pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 1057-1058 KUH Perdata.
Berdasarkan uraian di atas, menurut hukum waris berdasarkan KUHPerdata, para ahli waris bertanggung gugat atas utang dari pewaris, baik itu diperjanjikan atau dituliskan dalam surat utang maupun tidak, dengan catatan bahwa ahli waris menerima warisan secara murni.
Demikian jawaban dari kami atas permasalahan saudari. Apabila saudari masih merasa bingung ataupun kurang memahami jawaban dari kami, dipersilahkan kepada saudari untuk mendatangi dan berkonsultasi secara langsung dengan tim Jaksa Pengacara Negara pada Kantor Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang beralamat di Jalan Soekarno – Hatta Nagari Lingkuang Aua Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat.
Sekian dari kami. Terima kasih.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp