Supported by PT. Telkom Indonesia
Senin, 23 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-08-20 10:12:33
Hutang Piutang
HUTANG PIUTANG

Assalamualaikum Bapak/Ibu

Nama saya Ida Denurung biasa dipanggil Ida. Saya ingin bertanya mengenai hutang piutang. Saya memiliki sebuah toko yang menjual bahan-bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan lain-lain. Ada salah seorang konsumen yang sering berbelanja di toko saya sebut saja saudara Y. Awalnya semua transaksi dalam jual-beli tersebut berjalan lancar, tetapi beberapa waktu belakangan orang tersebut berutang hingga Rp 10.000.000 di toko saya dan berjanji akan membayarnya kalau usahanya lancar. Setelah barang saya berikan hingga sekarang saudara Y tidak bayar utang padahal usahanya berjalan lancar. Saya ingin bertanya apakah masalah ini masuk ke perkara perdata atau pidana tentang masalah tidak bayar utang tersebut? Adakah hukum yang bisa menjerat bagi orang yang tidak mau bayar utang?

Sekian.

Dijawab tanggal 2024-08-20 11:28:32+07

Waalaikumsalam Wr. Wb. Ibu Ida Denurung. Terima kasih atas pertanyaannya.

  1. Bahwa Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian kemudian melahirkan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu (hal. 1). Adapun kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut dikenal dengan istilah prestasi. Ketika prestasi tidak terpenuhi, maka disebut dengan wanprestasi. Secara spesifik, Subekti dalam buku yang sama mendefinisikan wanprestasi sebagai suatu keadaan di mana si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan, alpa, lalai, ingkar janji, melanggar perjanjian, termasuk melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya (hal. 45). Kemudian, Yahya Harahap dalam buku berjudul Segi-Segi Hukum Perjanjian menjelaskan bahwa wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali (hal. 60). 
  2. Bahwa sejalan dengan definisi yuridis yang diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata, wanprestasi digambarkan sebagai suatu keadaan dimana  debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. nPada praktiknya dan berdasarkan penjelasan di atas, dikenal 4 bentuk wanprestasi, yakni:
  • Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 
  • Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 
  • Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 

Berdasarkan kasus Saudara IDA DENURUNG, dapat dikatakan bahwa bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh konsumen Saudara IDA DENURUNG adalah tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Dalam hal ini, konsumen Saudara IDA DENURUNG berjanji akan membayar dan melunasi utangnya, tetapi ia tidak bayar utang. Oleh karenanya, tindakan konsumen yang tidak bayar utang murni merupakan perbuatan wanprestasi, sehingga masuk ke dalam ranah perdata. Dengan demikian, Saudara IDA DENURUNG dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri. Adanya wanprestasi tentu menyebabkan Saudara IDA DENURUNG selaku kreditor mengalami kerugian. Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatakan kreditor memiliki hak untuk memaksa debitur yang wanprestasi untuk memenuhi perjanjian atau melakukan pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian biaya kerugian dan bunga. KUH Perdata telah mengatur beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditor dalam hal terjadi wanprestasi, yakni sebagai berikut: 

  • Meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan atas prestasi yang diperjanjikan sudah terlambat; 
  • Meminta penggantian kerugian saja, yakni kerugian yang diderita olehnya karena terlambat atau tidak dilaksanakan atau juga dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya;
  • Menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian;
  • Melakukan pembatalan perjanjian. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban bertimbal balik, kelalaian dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk meminta kepada hakim agar perjanjian tersebut dibatalkan, tuntutan juga dapat disertai dengan permintaan penggantian kerugian; 
  • Melakukan pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. 

Pasal 1246 KUH Perdata mengatakan konsekuensi ganti rugi wanprestasi yang harus dipenuhi debitur kepada kreditor mencakup: 

  • Biaya (kosten), yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak; 
  • Rugi (schaden), yaitu kerugian berupa barang-barang milik kreditor yang disebabkan oleh kelalaian debitur;  
  • Bunga (interessen), yaitu kerugian berupa hilangnya keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor. 

3. Bahwa mengenai apakah boleh seseorang melaporkan orang lain ke pihak yang berwajib yaitu kepolisian karena tidak membayar utang pada dasarnya tidak ada ketentuan yang melarang hal tersebut. Namun, perlu diingat bahwa Pasal 19 ayat 2 UU HAM, telah mengatur sebagai berikut, “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.” Berdasarkan bunyi pasal tersebut, menurut hemat kami, walaupun ada laporan kepolisian, seseorang tidak boleh dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang.  Walau demikian, dalam praktiknya permasalahan utang piutang yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah seringkali dilaporkan ke pihak kepolisian dengan dasar penggelapan dan penipuan. Tindak pidana penggelapan dan penipuan diatur dalam KUHP yang masih berlaku pada saat ini dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan yakni pada tahun 2026. 

4. Bahwa Berkaitan dengan pasal penggelapan, unsur-unsur Pasal 372 KUHP adalah sebagai berikut: 

  • dengan sengaja; 
  • menguasai secara melawan hukum; 
  • suatu benda; 
  • sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;
  • berada padanya bukan karena kejahatan.

Kemudian, terkait pasal penipuan, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.261) menerangkan sejumlah unsur-unsur tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu: 

  • membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; 
  • membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), dan karangan perkataan bohong.

Selanjutnya, penting untuk diketahui bahwa substansi dari tindak pidana penggelapan dan tindak pidana penipuan adalah jelas berbeda dari suatu perjanjian utang piutang yang merupakan perbuatan hukum perdata. Maka, untuk dapat diproses secara pidana, harus dipenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur actus reus (physical element) dan unsur mens rea (mental element). Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. LUWU TIMUR
Alamat : Jl. Soekarno Hatta, Desa Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan 92936
Kontak : 85343723283

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Piutang

Saya mau bertanya saya sudah berpacar

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.