Saya baru saja keterima kerja. Namun, salah satu syaratnya adalah saya harus bersedia merelakan ijazah ditahan perusahaan. Pertanyaannya, apakah perusahaan boleh menahan ijazah?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Ijazah adalah dokumen yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian program studi terakreditasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 6/2022.
Menurut hemat kami, praktik penahanan ijazah asli sebagai syarat kerja bukanlah hal yang baru dalam dunia pekerjaan. Dari perspektif perusahaan, penahanan ijazah bertujuan untuk mencegah karyawan mencari pekerjaan lain selama terikat dengan perusahaan, sehingga dalam praktiknya, ijazah merupakan “jaminan” pelaksanaan kontrak kerja oleh karyawan.
Lalu, yang menjadi persoalan, apakah ijazah boleh ditahan perusahaan? Sepanjang penelusuran kami, hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak mengatur larangan penahanan ijazah sebagai syarat kerja, sehingga perusahaan dan karyawan dapat menyepakati penahanan ijazah selama memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja dibuat atas dasar:
Dengan demikian, jika perjanjian kerja disepakati kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan), maka ketentuan penahanan ijazah oleh perusahaan sebagai jaminan dalam perjanjian kerja sah karena perjanjian dilandaskan pada kesepakatan.
Asas Kebebasan Berkontrak Dan Itikad Baik
Agus Yudha Hernoko dalam bukunya Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial mengutip pemikiran G. W. Paton yang menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantung suatu norma hukum (hal. 22-23). Hal tersebut dikarenakan asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu hukum, sehingga setiap norma hukum dapat dikembalikan pada asas hukum. Selain itu, asas hukum juga merupakan “alasan” lahirnya suatu norma hukum (ratio legis) dan akan terus melahirkan norma-norma hukum baru (hal.23).
Kesepakatan mengenai penahanan ijazah muncul atas dasar kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai salah satu asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak. Kemudian, menurut Sutan Remi Sjahdeini sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko, ruang lingkup kebebasan berkontrak mencakup kebebasan para pihak untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, menentukan dengan siapa perjanjian dibuat, menentukan isi, objek dan bentuk perjanjian, serta untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat pilihan (aanvullend).
Lebih lanjut, menurut Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, iktikad baik (good faith) saat membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, yaitu orang yang beriktikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk, yang di kemudian hari dapat menimbulkan kesulitan (hal. 25).
Asas kebebasan berkontrak dan iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Masih bersumber dari buku Hukum Perjanjian, menurut Subekti, asas kebebasan berkontrak terdapat pada frasa “semua” persetujuan/perjanjian (hal. 25). “Semua” perjanjian memberikan ruang kepada para pihak dalam membuat perjanjian dan perjanjian tersebut akan mengikat para pihak layaknya undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, apabila penahanan ijazah telah disepakati dalam suatu perjanjian kerja, maka para pihak wajib memenuhi kesepakatan tersebut dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Meskipun telah disepakati, kesepakatan yang dibuat dapat dikatakan cacat jika dibuat dengan adanya paksaan (bedreiging), penipuan (bedrog), kekhilafan (dwaling), dan dalam perkembangannya yaitu penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Maka, jika perjanjian dibuat berdasarkan hal-hal tersebut, perjanjian dapat dimintakan pembatalan.
Selain itu, penting untuk diketahui walaupun terdapat asas kebebasan berkontrak, suatu perjanjian tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 s.d. Pasal 1337 KUH Perdata.
Sedangkan mengenai asas iktikad baik, Mariam Darus, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam artikel Profesor FH USU Bedah Definisi Asas “Iktikad Baik” menerangkan bahwa yang dimaksud dengan iktikad baik adalah perjanjian harus dilaksanakan menurut syarat-syarat kewajaran dan kepatutan. Kewajaran berarti dapat dimengerti oleh intelek dan akal sehat dengan budi pekerti. Sedangkan kepatutan adalah yang dapat dirasakan sebagai sopan, patut dan adil.
Bila dikaitkan dengan perjanjian kerja, berarti isi perjanjian kerja juga tidak boleh bertentangan dengan syarat sah perjanjian serta ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan dan perubahannya, sebab salah satu syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah suatu sebab yang tidak terlarang, yang mana suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang.
Bolehkah Menyepakati Penahanan Ijazah oleh Perusahaan?
UU Ketenagakerjaan dan perubahannya memang tidak melarang penahanan ijazah dalam perjanjian kerja, sehingga dimungkinkan bagi para pihak untuk menyepakati hal tersebut.
Akan tetapi, berdasarkan penelusuran kami terdapat ketentuan yang secara khusus mengatur terkait penahanan ijazah sebagai syarat/jaminan kerja, misalnya yang diatur dalam Angka 2 SE Gubernur Jateng 560/00/9350. Pada surat edaran tersebut, penahanan ijazah pekerja oleh pengusaha pada prinsipnya tidak diperbolehkan karena tidak memiliki alasan yuridis. Namun, pengecualian dari hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Dengan demikian menurut hemat kami, perusahaan dan karyawan tetap harus memperhatikan peraturan yang berlaku di daerahnya masing-masing terkait penahanan ijazah. Namun, patut diperhatikan bahwa kesepakatan penahanan ijazah tidak boleh dilakukan atas dasar paksaan, mengingat dalam praktiknya, kedudukan pengusaha dan pekerja tidak setara, di mana pada umumnya kedudukan perusahaan lebih tinggi dari pada pekerja.
Kemudian, Juanda Pangaribuan, praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat bahwa ketidakimbangan kedudukan tersebut berpotensi mengakibatkan pekerja akhirnya bersedia menerima persyaratan apa pun asal dapat dipekerjakan, salah satunya yaitu menyepakati penahanan ijazah untuk kerja. Padahal, penahanan ijazah oleh perusahaan tersebut berpotensi merugikan hak karyawan karena perusahaan memegang dokumen berharga milik karyawan yang seharusnya dikuasai secara langsung oleh karyawan yang bersangkutan selaku pemilik. Jika terbukti terdapat unsur pemaksaan, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Selain itu, Juanda Pangaribuan juga menjelaskan bahwa dalam hal menyepakati penahanan ijazah karyawan dalam perjanjian kerja, perlu ditarik lebih jauh ke belakang mengenai alasan yang mendasari perusahaan ingin mengatur demikian.
Jika ketentuan penahanan ijazah itu dibuat sebagai jaminan agar karyawan tersebut tetap memenuhi kewajiban selama bekerja, maka seharusnya di dalam perjanjian kerja juga diatur jaminan bagi perusahaan apabila tidak memenuhi kewajibannya. Hal tersebut mengingat hak dan kewajiban dalam hubungan kerja dimiliki oleh kedua belah pihak dan keduanya memiliki potensi yang sama untuk melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja.
Lebih lanjut, agar kesepakatan penahanan ijazah memenuhi asas iktikad baik, menurut Juanda Pangaribuan ada beberapa ketentuan yang sebaiknya diatur dalam perjanjian kerja, yaitu:
Selain itu, Juanda Pangaribuan juga memberikan alternatif jaminan bagi perusahaan jika khawatir karyawan yang bersangkutan akan melalaikan kewajibannya selama masa kontrak. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu menahan ijazah melainkan dapat memproses hukum karyawan yang bersangkutan.
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya perusahaan boleh menahan ijazah selama pekerja setuju akan kesepakatan tersebut, dan selama kesepakatan tidak dibuat atas dasar paksaan, juga memenuhi syarat sah perjanjian serta akan dikembalikan saat masa kontrak berakhir.
Demikian kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Takalar secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian