Ibu saya tinggal di Desa Tanjung Muda Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penu dan mempunyai tanah warisan yang berada di Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci dengan luas 5 hektar. Tanah tersebut sudah dijual kepada Tante saya dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran. Setelah tiga tahun, tanah tersebut dijual lagi oleh Tante saya ke orang lain dengan harga empat kali lipat lebih mahal. Apakah Ibu saya masih berhak mendapatkan keuntungan dari tanah warisan tersebut? Terima kasih.
Terima kasih telah menggunakan pelayanan Halo JPN pada Kejaksaan Negeri Sungai Penuh. Kami akan menjawab pertanyaan yang telah saudara ajukan sebagai berikut :
Prosedur dalam jual beli tanah tidak ada patokan terkait harga jual beli yang harus diikuti. Pemilik tanah bebas menjual tanahnya dengan harga berapapun, termasuk menjual tanahnya di bawah harga pasar. Ini terlihat dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pajak penghasilan. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga penjualan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan penjualan tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi adanya harga jual tanah di bawah harga pasar yang dapat mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang dibayarkan, dalam peraturan perundang-undangan telah diatur bahwa nilai penjualan harta berupa tanah dan/atau bangunan bagi penjual adalah jumlah yang seharusnya diterima.
Kemudian, mengenai pembagian keuntungan dari penjualan tanah kepada pihak ketiga, perlu diingat bahwa jual beli tanah antara Ibu sauadara dengan Tante saudara mengakibatkan hak atas tanah tersebut beralih menjadi milik Tante saudara. Ini berarti Ibu saudara tidak punya hak apapun atas tanah tersebut, termasuk tidak mempunyai hak untuk meminta keuntungan dari penjualan tanah antara Tante saudara dengan pihak ketiga. Keuntungan tersebut, secara hukum, sepenuhnya adalah milik Tante saudara sebagai pemilik tanah tersebut.
Nilai Pengalihan Hak atas Tanah
Dalam hal ini, kami beranggapan bahwa para ahli waris yang bersama-sama menerima tanah warisan tersebut telah sepakat untuk menjual tanah warisan kepada salah satu ahli waris, yaitu Tante saudara. Dalam jual beli tanah tidak ada patokan harga jual beli yang harus diikuti. Pemilik tanah bebas menjual tanahnya dengan harga berapapun. Sebagai contoh, pemilik tanah dapat menjual tanahnya tidak dengan harga seharusnya atau harga pasar. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan mengenai “nilai pengalihan hak atas tanah” terkait Pajak Penghasilan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya (“PP 34/2016”) sebagai berikut:
Pasal 2 PP 34/2016
Pada umumnya dalam penjualan harta berupa tanah dan/atau bangunan, nilai penjualan bagi pihak penjual adalah nilai yang sesungguhnya diterima atau nilai berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Dalam hal penjualan harta berupa tanah dan/atau bangunan dipengaruhi oleh hubungan istimewa, nilai penjualan bagi pihak penjual adalah nilai yang seharusnya diterima berdasarkan harga pasar yang wajar atau berdasarkan penilaian oleh penilai independen. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga penjualan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika penjualan tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai penjualan harta berupa tanah dan/atau bangunan bagi penjual adalah jumlah yang seharusnya diterima. Dari penjelasan di atas, bahwa harga penjualan tanah ditentukan bebas oleh si penjual tanah. Bisa mengikuti nilai yang seharusnya diterima berdasarkan harga pasar yang wajar atau di bawahnya. Akan tetapi, PP 34/2016 telah mengatur ketentuan nilai mana yang digunakan sebagai dasar Pajak Penghasilan.
Jual Beli Tanah
Jual beli tanah antara Ibu saudara dengan Tante saudara mengakibatkan hak atas tanah tersebut beralih menjadi milik Tante saudara. Ini berarti bahwa Ibu saudara tidak lagi berhak atas tanah tersebut. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hukum agraria yang berlaku di Indonesia ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara.
Dalam hukum adat, jual beli tanah itu bersifat terang dan tunai. Terang itu berarti jual beli tersebut dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sedangkan, yang dimaksud dengan tunai adalah hak milik beralih ketika jual beli tanah tersebut dilakukan dan jual beli selesai pada saat itu juga.
Karena tanah tersebut telah menjadi milik Tante saudara, maka Ibu saudara tidak punya hak apapun atas tanah tersebut. Termasuk tidak mempunyai hak untuk meminta keuntungan dari penjualan tanah antara Tante saudara dengan pihak ketiga. Keuntungan tersebut, secara hukum, sepenuhnya adalah milik Tante saudara sebagai pemilik tanah tersebut.
Bagaimana cara menuntut pengembalian