Saya ingin bertanya, dalam kontrak jual beli tanah dan bangunan di mana bangunan bukan dimiliki oleh pemilik tanah, dan dalam jual beli dimasukkan bangunan tersebut yang dinyatakan tegas dalam kontrak jual beli ini meliputi segala sesuatu yang terdapat di atas dan tertanam di tanah tersebut, apakah jual beli ini sah? Apa dasar hukumnya? Bagaimana penyelesaian sengketanya jika pihak yang memiliki bangunan menuntut?
Bahwa Transaksi jual beli tanah dan bangunan objeknya adalah barang dan harga. Merujuk pada Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Harga dapat diartikan dengan alat pembayaran yang sah yaitu berupa sejumlah uang. Sedangkan barang yang menjadi objek jual beli tanah dan bangunan adalah hak atas tanah dan/atau bangunan.
Apabila dalam akta jual beli tanah (“AJB”) yang sudah dibuat dan ditandatangani dan di dalamnya secara jelas menerangkan bahwa tanah dan bangunan adalah satu kesatuan, lalu syarat perjanjian serta prosedur AJB juga telah sesuai dengan aturan yang berlaku, maka AJB tersebut sah.
Bahwa Perihal syarat perjanjian yang kami sebutkan di atas, jual beli tanah dan bangunan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Syarat kesepakatan ini artinya bahwa subjek hukum yang melakukan transaksi harus ada dan membuat kesepakatan antara pemilik dengan calon penerima barang;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Syarat kecakapan bahwa pihak yang bertransaksi harus cakap dalam melakukan perbuatan hukum, yang mana kecakapan bertindak dalam hukum merupakan kemampuan seseorang membuat suatu perjanjian, sehingga perikatan yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum;
Suatu hal tertentu. Artinya bahwa harus ada objek hukum yang pasti, yang dalam hal ini yaitu hak atas tanah dan bangunan;
Suatu sebab yang halal. Yaitu, materi perjanjian haruslah perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum, melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Selain syarat sah perjanjian yang kami uraikan di atas, transaksi jual beli tanah dan bangunan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu Perjabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Dalam hal ini, transaksi atau jual beli tersebut juga harus memenuhi syarat materiil dan formil, sebagai berikut:
Syarat materiil, merupakan syarat yang menentukan sahnya jual beli tanah dan bangunan tersebut, yaitu:
Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.
Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah tersebut tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai.
Jika tanahnya sudah bersertifikat, sertifikat tanahnya yang asli dan tanda bukti biaya pendaftarannya;
Jika tanahnya belum bersertifikat maka dibutuhkan surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa atau Camat dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk pensertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli;
PPAT juga akan melakukan pemeriksaan terhadap status kepemilikan sertifikat dan akan memeriksa keaslian sertifikat ke Kantor Pertanahan. Penjual juga harus membayar pajak penghasilan (PPh) sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Persetujuan suami/istri untuk bisa melakukan penandatanganan AJB apabila tanah dan bangunan tersebut adalah harta bersama.
Selain itu, pada tahap pembuatan dan penandatanganan AJB, penjual, pembeli, saksi dan PPAT akan menandatangani AJB apabila penjual dan pembeli telah menyetujui isi AJB tersebut. Kemudian diberikan salinan kepada pembeli dan penjual sebagai dokumen masing-masing.
Menyambung pertanyaan Anda, berdasarkan penjelasan di atas, apabila terbukti bahwa bangunan yang ikut dijual merupakan milik pihak ketiga, maka salah satu syarat materiil tidak terpenuhi, karena penjual bukan merupakan orang yang berhak untuk menjual bangunan tersebut, maka jual-beli bangunan tersebut tidak sah. Sesuai ketentuan Pasal 1471 KUH Perdata, jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Perlu diperhatikan, dikarenakan yang bukan merupakan milik penjual adalah bangunannya saja, maka yang tidak sah adalah jual beli bangunannya saja, sedangkan jual beli tanahnya tetap sah.
Selain itu, menurut hemat kami, sebelum menandatangani AJB, penting bagi pembeli untuk mengecek, misalnya, apakah di atas tanah yang akan dibeli adalah tanah hak guna bangunan yang di atasnya ada hak pengelolaan, karena dalam hal ini penjual dan pembeli harus mendapatkan izin dahulu kepada pemegang hak pengelolaan tersebut. Perlu juga dipastikan apakah rumah atau bangunan yang akan dibeli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan penghapusan (roya) atau tidak. Apabila pernah, harus diminta surat roya atau pelunasan dari si penjual agar nantinya bisa melakukan balik nama.
Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya, kemudian ditutup dan ditandatangani pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas.
Bagaimana cara menuntut pengembalian