Supported by PT. Telkom Indonesia
Minggu, 22 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-07-04 22:30:30
Pendirian dan pembubaran PT
TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS JIKA PERUSAHAAN PAILIT

Bagaimana jika PT mengalami pailit dan semua aktiva sudah dijual untuk membayar hutang-hutang PT? Apakah harta kekayaan pribadi dewan direksi dan komisaris dapat disita untuk membayar hutang PT tersebut? Jika dapat, bagaimana kalau semua harta pribadi dewan komisaris dan direksi sudah habis untuk membayar utang tetapi utang PT belum lunas juga, apakah dapat dituntut dengan kurungan penjara?

Dijawab tanggal 2024-07-04 22:36:55+07

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (”PMA”) dan kepailitan berdasarkan hukum di Indonesia.

Pengertian Penanaman Modal Asing

Berdasarkan Pasal 1 angka (3) UU Penanaman Modal, Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Indonesia yang dilakukan penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Sedangkan yang dimaksud penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia.

Secara garis besar hal, yang membedakan antara Perseroan Terbatas (“PT”) PMA dengan PT Penanaman Modal Dalam Negeri (“PMDN”) / PT biasa, hanya terletak pada pihak penanam modal yang melibatkan investor asing dan dalam negeri. Sepanjang penelusuran kami, UU PT dan perubahannya tidak membedakan kepengurusan direksi dan dewan komisaris, baik dalam PT PMA maupun PT PMDN.

Kepailitan Berdasarkan Undang-undang

Selanjutnya, pailit/kepailitan diatur dalam UU KPKPU. Merujuk Pasal 1 angka 1 UU KPKPU, kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Adapun definisi debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Sementara menurut Fred B. G. Tumbuan sebagaimana dikutip oleh Chatamarrasjid Ais dalam bukunya Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing the Corporate Veil): Kapita Selekta Hukum Perusahaan, kepailitan adalah sebagai sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya. Kepailitan sendiri sejatinya bertujuan untuk menghindarkan kecurangan dan perebutan harta kekayaan debitor apabila terdapat beberapa kreditor yang menagih pembayaran piutangnya pada waktu yang bersamaan. Dalam hal ini, dapat kami simpulkan bahwa kepailitan tidak hanya melindungi kreditor saja, namun juga debitor.

Kemudian, berdasarkan praktik kami, pada umumnya kepailitan lahir dari adanya hubungan hukum antara kreditor sebagai pemberi utang dengan debitor sebagai penerima utang. Hubungan hukum yang terjalin dalam suatu transaksi bisnis, terutama berkaitan dengan utang piutang tentunya tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus. Seringkali ditemukan terjadinya cidera janji atau tidak terpenuhinya kewajiban dari salah satu pihak yang mengakibatkan adanya tuntutan terhadap pihak lain. Maka, hal ini yang mengakibatkan adanya pengajuan permohonan pailit.

Adapun akibat hukum dari keadaan pailit suatu perusahaan diatur lebih lanjut dalam UU KPKPU yaitu:

  1. Putusan pernyataan pailit berlaku secara serta-merta dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum;
  2. Debitor demi hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus harta kekayaannya atau dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum dalam rangka harta kekayaannya (termasuk harta pailit);
  3. Adanya sita umum;
  4. Semua perikatan debitor yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit; dan
  5. Semua utang otomatis jatuh tempo.

Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Sedangkan dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.

Berkaitan dengan terjadinya pailit pada suatu perseroan, UU PT telah menegaskan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap kesalahan atau kelalaiannya. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 97 Ayat (3) UU PT

Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 104 ayat (2) UU PT

Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

Kemudian, berhubungan dengan tanggung jawab dewan komisaris, sebagaimana telah kami sebutkan, UU PT mengatur bahwa dewan komisaris memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan, maupun memberi nasihat kepada direksi. Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi memiliki keterkaitan.

Oleh karena itu, jika suatu perseroan dinyatakan pailit, maka dewan komisaris tentunya juga bertanggungjawab atas terjadinya pailit pada perseroan tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 114 ayat (3) UU PT

Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 115 ayat (1) UU PT

Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.

Penjelasan di atas telah menegaskan bahwa direksi dan dewan komisaris sebagai wakil dari perseroan memiliki tanggung jawab penuh atas keberlangsungan perseroan, termasuk dalam hal perseroan tersebut mengalami pailit dan kerugian. Namun, perlu diketahui bahwa UU PT juga memberikan limitasi atas tanggung jawab tersebut dengan adanya pernyataan “dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian”.  

Hal tersebut menandakan selama direksi dan dewan komisaris dapat membuktikan bahwa pailitnya perseroan tersebut bukan terjadi akibat dari kesalahan dan kelalaiannya, maka tidak dapat dipertanggungjawabkan kerugian terhadapnya. Hal ini juga telah tertuang dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 104 ayat (4) UU PT

Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Pasal 115 ayat (3) UU PT

Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
  4. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Apakah Direksi dan Dewan Komisaris dapat Dituntut dengan Kurungan Penjara?

berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UU HAM, tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, menurut hemat kami, walaupun ada laporan bahwa direksi atau dewan komisaris tidak mampu membayar utang perseroan secara keseluruhan, seseorang tidak boleh dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang.  

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. KEPULAUAN MENTAWAI
Alamat :
Kontak :

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hutang Piutang
Teman Saya Meminjam Uang Pakai Nama Saya

Halo Bapak/Ibu saya ingin bertanya.

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.