tahun 2023 saya baru saja membeli rumah lelang di salah satu bank yang menawarkan rumah lelang. Menurut saya, saya sudah sah sebagai pemilik rumah lelang tersebut dan pemilik asli rumah lelang tersebut juga sudah melakukan pemindah nama sertifikat tanah rumah lelang, tetapi ketika saya mau pindah ke rumah lelang ternyata orang yang sedang tinggal di rumah lelang (bukan pemilik asli tetapi masih keluarga dari pemilik asli rumah lelang) tidak mau pindah dengan alasan masih memiliki hak untuk tinggal di rumah itu, lalu apa yang harus saya lakukan? karena menurut saya rumah lelang tersebut sudah milik saya dengan atas nama saya, kemudian juga pihak bank sepertinya angkat tangan dalam menangani kasus ini. Karena saya dirugikan dalam kasus ini, saya sudah rutin membayar cicilan rumah lelang tersebut tetapi saya tidak bisa tinggal dirumah lelang itu yang padahal itu sudah sah milik saya.
Pasal 1 angka 1 Permenkeu 27/2016 menerangkan bahwa lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
Pengumuman lelang sendiri adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan, Selanjutnya Pasca pelaksanaan lelang, pembeli lelang akan menerima Kutipan Risalah Lelang dari KPKNL sebagai Akta Jual Beli, dan dapat diberikan pula Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan, hal ini ditegaskan di dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a PMK No. 213/PMK.06/2020. Akta tersebut menjadi dasar bagi pembeli untuk membuktikan kepada pihak manapun tentang adanya peralihan hak dari pemilik tanah dan/bangunan kepada pembeli lelang. Dalam perjalanan untuk memperoleh haknya terhadap kepemilikan tanah dan/bangunan yang telah dimilikinya, tak selalu berjalan dengan baik. Pihak pembeli seringkali menemui hal atau peristiwa dimana objek lelang tersebut masih dikuasai oleh pemilik tanah dan/bangunan sebelumnya. Sehubungan dengan pengosongan rumah yang telah beralih hak kepemilikannya dari pemilik rumah kepada pihak pembeli lelang, maka secara hukum pembeli lelang dapat mengajukan suatu upaya pengosongan melalui jalur pengadilan dengan menggunakan Grosse Risalah Lelang yang berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mekanisme tersebut diantaranya tercantum dalam ketentuan Pasal 200 ayat (11) Herzien Inlandsch Reglement (HIR), yang menyatakan:
“Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barang yang tetap itu, maka ketua pengadilan negeri membuat satu surat perintah kepada orang yang berkuasa menjalankan surat jurusita, supaya dengan bantuan panitera pengadilan negeri, jika perlu dengan pertolongan polisi, barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang, yang dijual barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya.”
Selanjutnya, khusus untuk pelelangan hak tanggungan oleh pembeli lelang dapat mengajukan permohonan eksekusi pengosongan kepada ketua Pengadilan Negeri tanpa mengajukan gugatan dengan menyampaikan Grosse Risalah Lelang. Hal ini ditegaskan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, yaitu:
“Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan.”
Atas permohonan tersebut, pengadilan negeri akan melakukan mekanisme pelaksanaan eksekusi pengosongan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagaimana cara menuntut pengembalian