Supported by PT. Telkom Indonesia
Senin, 23 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-10-14 10:47:34
Hutang Piutang
PENGIRIMAN BARANG

Banjir dan tanah longsor melanda beberapa wilayah yang menyebabkan barang yang sedang kirim oleh perusahaan ekspedisi tertunda, sehingga saya mengalami kerugian akibat bisnis saya tidak berjalan. Apakah saya dapat menggugat perusahaan ekspedisi tersebut?

Dijawab tanggal 2024-10-14 13:34:33+07

Bahwa bencana alam berupa banjir dan tanah longsor yang menyebabkan jalan Painan ke Padang terputus termasuk dalam force majeur. Banjir dan gempa bumi adalah termasuk force majeure yaitu kejadian atau keadaan yang terjadi di luar kuasa para pihak berkepentingan yang dapat juga disebut keadaan darurat. Force majeure ini biasanya merujuk pada tindakan alam (act of God), seperti bencana alam (banjir, gempa bumi), epidemik, kerusuhan, pernyataan perang, perang dan sebagainya. Dasar hukum force majeure di Indonesia ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1244 dan Pasal 1245.

Pasal 1244 KUH Perdata menyatakan:

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga atau yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata tersebut dapat dikatakan bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga jika tidak dapat membuktikan ketidaksanggupan memenuhi perjanjian secara tepat waktu karena kejadian di luar kendalinya.

Selanjutnya pada Pasal 1245 KUH Perdata menyatakan:

“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”

Dari ketentuan Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata tersebut, peristiwa atau ruang lingkup force majeure yang tersirat dalam pasal-pasal tersebut meliputi:

  1. Peristiwa alam seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi.
  2. Kebakaran.
  3. Musnah atau hilangnya barang objek perjanjian..

Secara umum berdasarkan ketentuan Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata, terdapat 5 hal yang menyebabkan debitur tidak dapat melakukan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, yaitu:

  1. Terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga (tidak termasuk dalam asumsi dasar dalam pembuatan kontrak).
  2. Peristiwa yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pihak debitur.
  3. Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan pihak debitur.
  4. Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan para pihak yang terkait.
  5. Tidak ada itikad yang buruk dari pihak debitur.

Berdasarkan Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata, maka bencana banjir dan tanah longsor termasuk dalam kategori force majeure. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka perusahaan ekspedisi dapat dibebaskan dari ganti rugi karena banjir dan tanah longsor tersebut merupakan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Namun bencana banjir dan tanah longsor tersebut hanya alasan untuk menunda kewajiban untuk melaksanakan perjanjian, bukan alasan untuk membebaskan kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian.

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. PESISIR SELATAN
Alamat : Jalan Agus Salim, Painan, Kecamatan Iv Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat 25651
Kontak : 82370504957

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hutang Piutang
Teman Saya Meminjam Uang Pakai Nama Saya

Halo Bapak/Ibu saya ingin bertanya.

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.