Supported by PT. Telkom Indonesia
Selasa, 24 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2024-05-13 09:18:36
Pertanahan
TANAH WAKAF

Dalam Kesempatan ini saya ingin bertanya, agar kedepan nanti tidak terjadi konflik hukum mengenai wakaf tanah yang akan dibangun masjid. Namun setelah orang yang akan mewakaafkan tanah tersebut meninggal, anaknya mengeklaim bahwa tanah itu adalah haknya. Saya sebagai penerima wakaf memang tidak memiliki akta secara tertulis (lisan saja), sehingga posisi kami disulitkan untuk pembuktian. Saat ini tanah memang belum dibangun apapun. Bagaimana kami mempertahankan tanah wakaf? 

Dijawab tanggal 2024-05-13 14:08:45+07

Berdasarkan pernyataan sauda terdapat beberapa permasalahan hukum yang disampaikan berikut tanggapan atau penjelasannya mengenai wakaf tanah yang akan dibangun masjid. Namun setelah orang yang akan mewakaafkan tanah tersebut meninggal, anaknya mengeklaim bahwa tanah itu adalah haknya. Saya sebagai penerima wakaf memang tidak memiliki akta secara tertulis (lisan saja), sehingga posisi kami disulitkan untuk pembuktian. Saat ini tanah memang belum dibangun apapun. Bagaimana kami mempertahankan tanah wakaf tersebut : 

Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya dan memungkinkan untuk mengambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.[1] Pengalihan wakaf dapat dilakukan secara sepihak, cukup dilakukan dengan ucapan atau pernyataan dari pemiliknya yang telah memenuhi kecakapan hukum untuk bertindak dan berbuat baik yang menunjukkan bahwa harta itu telah dilepaskan dari pemiliknya dan digunakan untuk kepentingan agama dan masyarakat. 

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf :

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah”

Masalah tanah wakaf ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial dan adat istiadat, maka aturan wakaf dilaksanakan sesuai dengan hukum adat yang berlaku di masyarakat dengan tidak mengurangi nilai-nilai Islam dalam hukum wakaf itu sendiri.

Kemudian dalam ketentuan fiqh, imam mazhab sependapat bahwa suatu perbuatan wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya, yaitu adanya wakif (orang yang mewakafkan), mauquf-bih (harta benda yang akan diwakafkan), mauquf-alaih (tujuan atau sasaran peruntukan yang hendak menerima wakaf atau manfaat wakaf), dan shighat atau pernyataan wakaf atau ijab qabul.

Sehingga praktik perwakafan telah terjadi seketika itu juga dengan adanya pernyataan wakif yang merupakan ijab, karena perbuatan wakaf dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak. Meskipun dalam ketentuan fiqh tidak ada aturan pencatatan tanah wakaf, agar tercipta kepastian hukum di masyarakat dan untuk memudahkan dalam hal pembuktian jika terjadi sengketa, dapat dilakukan pencatatan.

Secara hukum positif, pelaksanaan wakaf harus dilakukan dengan ikrar yang dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan dengan disaksikan 2 orang saksi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (“PPAIW”), serta dituangkan dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf

Selanjutnya, PPAIW atas nama nazhir (pihak penerima harta benda wakaf) mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang atau dalam hal wakaf tanah berarti Badan Pertanahan Nasional paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.[6] Kemudian menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf, yang lalu disampaikan oleh PPAWI kepada nazhir. Bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang diterbitkan instansi pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf.

Mengenai kasus tersebut yang mana belum dibuatnya Akta Ikrar Wakaf, ini mengakibatkan kesulitan dalam proses pembuktian saat terjadi sengketa. Yang dapat dijadikan bukti hanyalah orang-orang yang menyaksikan langsung peristiwa wakaf. Namun ketika saksi tersebut meninggal dunia, pasti akan sulit mencari bukti lain. Selain bukti tertulis, hal lain yang dapat dijadikan bukti yaitu pengakuan disertai sumpah dari wakif dan nazhir yang masih hidup. Dan jika kedua pihak tersebut telah meninggal dunia, maka bukti terkuat untuk membuktikan tanah wakaf tersebut yaitu Akta Ikrar Wakaf atau Akta Penggantian Akta Ikrar Wakaf (“APAIW”) dan sertifikat atas tanah wakaf tersebut. Dalam praktik, banyak tanah wakaf yang digugat dan ditarik kembali oleh ahli waris wakif. Sebab tanah wakaf tidak memiliki bukti kuat, karena hanya dilakukan secara lisan saja dan tanpa memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Wakaf.

 

semoga jawaban yang kami berikan dapat membantu saudara. terimakasih

 

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. SAWAHLUNTO
Alamat : Kampung Tarandam Desa Muaro Kalaban, Kec. Silungkang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat
Kontak : 085875118082

Cari

Terbaru

Pernikahan dan Perceraian
pembagian harta pasangan suami istri

mengenai “kepemilikan harta (contoh

Pernikahan dan Perceraian
keabsahan pernikahan tanpa lamaran

“Apakah nikah tanpa lamaran dapat d

Pertanahan
Tanah Milik Abdul hari saat didaftarkan menurut BPN milik PT. Keyza

Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta

Hutang Piutang
Pinjaman Online Ilegal

Saya Idris mau bertanya, benarkah jik

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.