Orang tua kami ingin membuat surat keterangan waris, akan tetapi surat AJB (kami tahu surat rumah adalah AJB menurut keterangan salah satu adik orang tua kami yang pernah melihat) kami yang tertera nama kakek/nenek kami hilang. Yang ada hanya surat segel tahun 1955 yang berisi keterangan/penyerahan dari orang-orang yang kami tidak kenal. Pertanyaanya, apakah orang tua kami dapat membuat surat keterangan waris? Kalau tidak bisa, apakah ada solusi yang lain? Terima kasih.
Antara membuat Surat Keterangan Waris ("SKW") dengan hilangnya bukti peralihan hak atas tanah (Akta Jual Beli – “AJB”) maupun bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat), tidak terkait secara langsung. Artinya, walaupun AJB/sertifikatnya hilang, SKW tetap dapat dibuat.
Sedangkan terkait balik nama tanah warisan yang AJB-nya hilang, jika tanah tersebut telah dikuasai secara fisik selama lebih dari 20 tahun, atas tanah tersebut dapat dilakukan penyertifikatan. Saudara dapat langsung mengurusnya ke kantor pertanahan setempat atau meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya mencakup letak tanah, untuk proses penyertifikatan ini.
Berdasarkan pertanyaan Saudara, jika dicermati sepertinya ada 2 hal yang ditanyakan, yaitu:
1. Pembuatan Surat Keterangan Waris (“SKW”) yang menunjukkan siapa saja ahli waris dari kakek/nenek Saudara
2. Surat bukti peralihan hak dari nenek/kakek kepada orang tua yang hilang.
Antara membuat SKW dengan hilangnya bukti peralihan hak atas tanah (Akta Jual Beli – “AJB”) maupun bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat), tidak terkait secara langsung. Artinya, walaupun AJB/sertifikatnya hilang, SKW tetap dapat dibuat. Karena saudara menanyakan kedua hal tersebut sekaligus, maka dapat saya tarik kesimpulan sepihak bahwa SKW yang dimaksud rencananya akan digunakan untuk melaksanakan balik nama waris terhadap tanah yang bukti haknya hilang, dan hanya ada keterangan penyerahan tanah.
Untuk itu, marilah kita bahas satu persatu.
1. Pembuatan Surat Keterangan Waris
Setiap ada kematian, yang harus dilakukan adalah membuat SKW. Dari surat tersebut diketahui siapa saja ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan pewaris. SKW ini dapat dipakai untuk segala urusan yang berhubungan dengan harta peninggalan pewaris dan urusan-urusan lainnya yang membutuhkan kejelasan mengenai siapa ahli waris dari pewaris. Untuk WNI pribumi, SKW dapat dibuat di bawah tangan, dengan sepengetahuan lurah dan camat. Sedangkan untuk WNI keturunan, SKW dibuat oleh Notaris.
2. AJB yang Hilang
Mencermati keterangan Saudara, saya berasumsi bahwa bukan AJB hilang yang merupakan surat bukti pengalihan kepemilikan, melainkan surat segel tahun 1955 yang berisi keterangan/penyerahan yang adalah surat bukti pengalihan kepemilikan. Sebenarnya tanpa melihat dokumen, sulit bagi saya untuk menetapkan jenis tanah yang dialihkan. Namun jika isinya hanya surat pengalihan (dan diketahui/disaksikan oleh Lurah Camat), menurut pendapat saya, ada beberapa kemungkinan:
a. Tanah tersebut adalah tanah garapan di atas tanah milik Negara. Jadi yang dialihkan/diserahkan adalah hak garapnya.
b. Tanah tersebut adalah tanah hak sewa dari tuan tanah jaman Belanda. Sehingga yang dialihkan adalah hak sewanya.
c. Tanah (bekas) hak milik adat yang memang belum bersertifikat. Walaupun kemungkinan ini kecil karena biasanya ada surat girik/petok/ketitirnya.
Pada masa itu, tanah memang belum bersertifikat, pemilikan hak biasanya hanya berupa pencatatan nama pemilik dalam Buku Desa, ada pula yang menyebutnya dengan Karawang Desa. Sehingga transaksi peralihan atas tanah, dalam hal ini jual beli, lazimnya dilakukan di hadapan Kepala Adat/Kepala Desa. Model AJB-nya pun sangat sederhana dan biasanya dilengkapi dengan bukti surat penyerahan.
Dalam hukum pertanahan, khususnya tentang pendaftaran tanah, AJB merupakan instrumen peralihan hak, sebagai dasar untuk dilakukan balik nama sertifikat, dari atas nama penjual ke pembeli. Terhadap tanah yang belum bersertifikat dan instrumen peralihannya hilang, Saudara dapat menghubungi Kepala Adat/Kepala Desa setempat, untuk menelusuri dan meminta salinannya. Namun, jika dilihat tahun kejadian, rasanya mustahil dokumen masih tersimpan.
Pendaftaran hak atas tanah dilakukan dengan menyertakan bukti peralihannya, dalam hal jual beli, dengan bukti asli AJB. Terhadap tanah yang hilang bukti peralihannya dan sudah terjadi lebih dari 20 tahun, dalam hukum pertanahan pendaftaran seperti ini dikenal dengan istilah pembuktian hak lama. Pembuktian hak lama ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah beserta penjelasannya sebagai berikut:
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Penjelasan:
Bukti kepemilikan itu, pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA (24 September 1960), dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksud, dapat berupa:
a. …;
b. …;
c. …;
d. …;
e. …;
f. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini;
….
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana di maksud dalam ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. Penguasaan tersebut, baik sebelum maupun selama pengumuman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka atas tanah yang telah dikuasai secara fisik selama lebih dari 20 tahun tersebut, dapat dilakukan penyertifikatan. Saudara dapat langsung mengurusnya ke kantor pertanahan setempat atau meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya mencakup letak tanah, untuk proses penyertifikatan ini.
Demikian, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta