A meminjam uang sejumlah Rp 1M kepada B, B setuju dengan syarat harus ada jaminan. Kemudian perjanjian itu dibuat dengan jaminan sertifikat tanah A diserahkan kepada B, dan B meminjamkan sejumlah uang kepada A. Kemudian sampai tanggal yang telah ditentukan, B mendatangi A untuk menagih, tetapi A meminta toleransi untuk penundaan pembayaran selama seminggu. Setelah seminggu kemudian, B kemudian mendatangi A namun pada saat itu A menolak untuk membayar hutang tersebut. B akhirnya mengambil tindakan untuk mengambil tanah milik A sebagai ganti hutangnya dengan mengajukan gugatan di pengadilan namun saat diajukan, gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan karena kurangnya bukti. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Yth. Bapak/Ibu, terima kasih telah menggunakan aplikasi Halo JPN untuk berkonsultasi mengenai permasalahan keperdataan anda.
Dalam kasus ini, seharusnya ketika A memberikan sertifikat tanah sebagai jaminan maka B harus meminta hak tanggungan kepada A. Hak tanggungan selain digunakan oleh bank atau lembaga keuangan dapat digunakan juga oleh perorangan. Jika hanya membuat surat perjanjian hutang piutang saja maka, ketika terjadi wanprestasi atau yang berhutang tidak dapat membayar hutangnya, sebagai kreditur yang tidak memegang hak tanggungan tidak bisa berbuat apa apa karena secara hukum pemilik sertifikat masih atas nama orang yang berhutang tersebut. Jadi jika hanya memegang sertifikat tanah tanpa adanya hak tanggungan maka B tidak dapat mengeksekusi tanah yang dijaminkan. Namun apabila hak tanggungan diberikan oleh A kepada B maka B dapat mengeksekusi tanah tersebut apabila terjadi wanprestasi dan hal ini tercantum dalam Pasal 6 UUHT.
Semoga jawaban kami dapat menjawab dan menyelesaikan permasalahan anda.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta