Dijawab tanggal 2024-06-25 11:28:25+07
Pada dasarnya Pasal 81 angka 25 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang memuat Pasal 88 a ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) sudah memuat ketentuan mengenai kewajiban pengusaha atau pemilik usaha terkait pembayaran upah, dimana secara hukum, pengusaha wajib membayar gaji atau upah pekerja, dan sebaliknya, pekerja berhak atas upah sesuai dengan kesepakatan. Upah dapat dibayarkan dengan cara harian, mingguan, atau bulanan, tapi jangka waktu pembayaran upah oleh pengusaha tidak boleh lebih dari 1 bulan (Pasal 55 ayat (3) dan (4) PP 36/2021).
Pada Pasal 61 ayat (1) PP 36/2021, Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah dikenai denda, dengan ketentuan:
- Mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan;
- Sesudah hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan; dan
- Sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah.
Dijelaskan lebih lanjut pada ayat (2) Pengenaan denda sebagaitersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja. Selain itu, pengusaha yang melanggar kewajibannya dengan tidak membayar upah pekerja dikenakan sanksi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta (Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan).
Kondisi perselisihan yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha karena pekerja tak kunjung menerima gaji yang seharusnya dibayarkan oleh pengusaha dapat dikategorikan sebagai perselisihan hak, yakni perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, PP, atau PKB.
Berikut tahapan langkah hukum yang dapat ditempuh pekerja dalam hal pengusaha tak kunjung membayarkan gaji:
- Jalur bipartit, dalam hal ini yaitu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yang berupa perselisihan hak antara pekerja dengan pengusaha. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan maksimal 30 hari mengacu pada Pasal 3 ayat (1) ayat (2) UU No. 2 Tahun 2024 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pada Pasal 7 ayat (1) UU PPHI, Jika dalam perundingan bipartit dicapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Tapi, jika perundingan bipartit gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yang diawali dengan mendaftarkan Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan (Pasal 4 ayat (1) UU PPHI).
- Jalur tripartit, yakni penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha, dengan ditengahi oleh mediator. Untuk perselisihan hak, yang dapat dilakukan adalah melakukan mediasi yang ditengahi oleh seorang/lebih mediator yang netral (Penjelasan Umum angka 6 UU PPHI dan Pasal 1 angka 11 UU PPHI). Apabila mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Jika tidak terdapat titik temu, maka mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian melalui mediasi dan apabila salah satu pihak menolak anjuran tersebut, maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan perselisihan pada Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU PPHI jo. Putusan Mahamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XIII/2015 serta Pasal 14 ayat (1) UU PPHI).
- Jalur Pengadilan Hubungan Industrial, sesuai dengan Pasal 5 UU PPHI, yakni jalur yang ditempuh oleh pekerja/pengusaha melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial dengan dasar gugatan perselisihan hak berupa upah pekerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.
Demikian jawaban kami, semoga dapat menjadi manfaat dalam membantu penyelesaian permasalahan hukum yang Bapak/Ibu tengah alami, maaf atas segala kekurangan, sekian terimakasih
wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
CABANG KN. PESISIR SELATAN DI BALAI SELASA
Alamat : Jalan Limau Sundai Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan
Kontak : 82169089665