Terdapat kasus mengenai hutang piutang dimana Pemohon Ariffadlila meminjamkan uang kepada Termohon Sartono sebanyak 150 juta rupiah pada tanggal 20 Januari 2024 yang lokasinya berada dirumah Pemohon sendiri dan disaksikan oleh adik perempuan dari Pemohon. Setelah itu terjadi kesepakatan yakni Termohon harus mengembalikan uang tersebut kepada Pemohon tanggal 20 April 2024. Namun pada tanggal yang telah ditentukan Termohon tidak mengembalikan uang tersebut, bahkan setelah diberi waktu lagi oleh Pemohon selama sebulan tetap tidak dikembalikan. Kemudian Pemohon ingin membawa kasus tersebut ke hukum. Lalu bagaimana penyelesaian kasus tersebut apabila dalam kesepakatan tidak ada surat perjanjian hutang piutang ?
Terima Kasih telah bertanya kepada Tim JPN Kejaksaan Negeri Boyolali. Sehubungan dengan Pertanyaan dari Pemohon, bersama ini kami sampaikan penjelasan atau tanggapan atas permohonan dimaksud.
Kegiatan utang dan piutang merupakan hal yang lumrah terjadi. Hutang dan piutang ini biasanya dituangkan dalam kontrak antara para pihak, yang mengatur mekanisme pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan tindakan yang harus diambil jika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi).
Sebagaimana ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sepakat pihak yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, terdapat suatu hal tertentu, dan terdapat suatu sebab yang halal. Dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian yang sah itu tidak harus tertulis, artinya perjanjian yang dilakukan secara lisan juga berkekuatan hukum yang pada dasarnya mengikat para pihak. Dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, lazimnya alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang mendalilkan sesuatu sebagaimana ditentukan pada Pasal 164 HIR adalah alat bukti surat. Dalam suatu hubungan keperdataan, surat dibuat dengan maksud untuk memudahkan proses pembuktian, apabila di kemudian hari terdapat sengketa perdata antara pihak-pihak yang terkait.
Dalam hukum acara perdata diatur 5 (lima) alat bukti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR, yaitu :
1. Surat
2. Saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah.
Jadi apabila seseorang ingin menuntut pihak lain oleh karena tidak membayar hutang berdasarkan perjanjian utang piutang secara lisan ke Pengadilan, maka orang (Penggugat) tersebut dapat mengajukan alat bukti saksi yang dapat menerangkan adanya perjanjian utang-piutang secara lisan tersebut disertai alat bukti lain yang mendukung adanya perjanjian lisan tersebut, misalnya bukti transfer atau kuitansi bermeterai, dan lain sebagainya.
Namun karena pihak Termohon telah melanggar kesepakatan, maka Termohon dianggap telah Wanprestasi dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Keadaan dimana salah satu pihak dalam perjanjian, tidak memenuhi kewajibannya. Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain yaitu:
Melihat kasus diatas maka bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Termohon adalah bentuk wanprestasi yang nomor 1, yaitu Termohon tidak melakukan sama sekali hal yang diperjanjikan. Bahkan setelah Termohon diberi waktu selama sebulan untuk membayar hutang tersebut Termohon sama sekali tidak dibayarkan. Oleh karena itu apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi maka upaya yang dapat dilakukan para pihak adalah dengan cara penyelesaian musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan. Dengan musyawarah tersebut maka diharapkan para pihak dapat menyelesaikan perkara sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Apabila musyawarah tidak membuahkan hasil maka pihak Pemohon dapat memberikan peringatan berupa somasi (surat peringatan ) kepada pihak Termohon untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan juga masalah ini dapat diselesaikan secara musyawarah dan diselesaikan dengan jalan damai.
jadi saran kami terhadap kasus yang dihadapi oleh Pemohon Sdri. Ariffadlila dan pihak Termohon Sartono diharapkan dapat diselesaikan secara musyawarah atau mediasi, dan apabila musyawarah atau mediasi tidak membuahkan hasil maka Sdri. Ariffadlila dapat mengirimkan somasi (surat peringatan) kepada pihak Termohon
Bagaimana cara menuntut pengembalian