baru baru ini viral day care yang menganiaya anak dibawah umur 3 tahun yang dititipkan disana. lalu, bagaimana pertanggungjawaban hukum day care jika pengasuh atau pemilik day care ternyata melakukan penganiyaan terhadap anak?
Istilah daycare dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia adalah penitipan anak. Taman Penitipan Anak (“TPA”) sendiri, tergolong sebagai bentuk pendidikan anak usia dini sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 7 Permendikbud 84/2014.
Pasal tersebut menerangkan bahwa TPA adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini (“PAUD”) jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun dengan prioritas sejak lahir sampai dengan usia 4 tahun.
Sementara itu, yang dimaksud dengan PAUD dalam Pasal 1 angka 1 Permendikbud 84/2014 adalah:
Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kemudian, berdasarkan Pasal 19 Permendikbud 84/2014, TPA sebagai program pendidikan nonformal dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan nonformal dalam bentuk pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, atau satuan pendidikan nonformal sejenis, dengan terlebih dahulu mengajukan izin penyelenggaraan program. Izin penyelenggaraan program untuk TPA harus memenuhi ketentuan pendirian satuan PAUD sebagaimana diatur di dalam Permendikbud 84/2014.
TPA (satuan PAUD) yang telah mendapatkan izin, dapat ditutup atau dicabut izinnya jika tidak layak berdasarkan hasil evaluasi.[1] Penutupan satuan PAUD tersebut dilakukan oleh kepala dinas pendidikan atau kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (“SKPD”) dengan mencabut izin pendirian satuan PAUD berdasarkan rekomendasi kepala dinas pendidikan.[2]
Kami mengasumsikan bahwa daycare yang Anda maksud telah memperoleh izin penyelenggaraan program TPA. Apabila kemudian berdasarkan hasil evaluasi terbukti adanya pelanggaran, maka kepala dinas pendidikan dapat mencabut izinnya atau menutup satuan PAUD yang bersangkutan.
Pertanggungjawaban Hukum Perdata
Menurut hemat kami, terdapat hubungan keperdataan antara pihak orang tua atau pihak lain yang menitipkan anak dengan pihak TPA, sehingga penyelenggaraan penitipan anak didasarkan atas hubungan perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1601 KUH Perdata yang selengkapnya berbunyi:
Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Penitipan Anak Termasuk Perjanjian Apa?, Subekti dalam bukunya Aneka Perjanjian (hal. 57) menjelaskan bahwa undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu:
-perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu;
-perjanjian kerja/perburuhan; dan
-perjanjian pemborongan pekerjaan.
Penitipan anak di TPA dapat dikatakan termasuk ke dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu. Ini merujuk pada penjelasan mengenai “perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu” oleh Subekti (hal. 57-58).
Dijelaskan bahwa dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Contohnya, hubungan dokter-pasien untuk menyembuhkan suatu penyakit, atau hubungan pengacara-klien.
Subekti dalam bukunya yang lain, yaitu Hukum Perjanjian, menerangkan bahwa perjanjian untuk berbuat sesuatu yang bersifat pribadi, tidak dapat dilaksanakan secara riil apabila pihak yang menyanggupi tersebut tidak menepati janjinya (hal. 37).
Maka dari itu, menurut hemat kami, karena pihak TPA yang diminta untuk menjaga anak yang dititipkan, maka pihak TPA-lah yang harus melaksanakan perjanjian tersebut, bukan pihak lain.
Oleh karena itu, jika sampai terjadi kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang dititipkan di daycare oleh oknum pengasuh, guru, atau bahkan pemilik, maka daycare atau TPA telah lalai menjalankan kewajibannya. Sehingga, TPA tersebut dapat dikategorikan melakukan suatu wanprestasi. Hal ini karena dilandasi atas suatu perjanjian antara para pihak, di mana pihak TPA menjaga anak selama berada di bawah pengawasannya.
Subekti dalam buku Hukum Perjanjian menjelaskan bahwa wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa (hal. 45):
tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Pihak TPA dapat dikenakan sanksi berupa penggantian biaya dan kerugian, karena TPA melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan, juga tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, salah satunya menjaga anak yang dititipkan di bawah pengawasannya. Ganti biaya dan kerugian tersebut diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menyatakan:
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Kesimpulan: Jika diduga oknum pengasuh di daycare atau bahkan pemilik daycare melakukan penganiayaan, maka izin pendirian daycare dapat dicabut. Selain itu, daycare juga bisa digugat secara perdata atas dasar wanprestasi
Bagaimana cara menuntut pengembalian