Apakah dasar hukumnya apabila fasilitas umum (taman, trotoar, jalan raya) dibuat untuk berdagang? Hal ini dikoordinir oleh sebut saja
preman. Dan apa dasar hukumnya agar saya bisa menertibkan dan menindak ataupun melarang kedua hal tersebut (preman dan pedagang)?
Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang (Pasal 47 ayat (1) UU 1/2011). Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum (Pasal 1 angka 25 UU 1/2011).
Jika prasarana, sarana, dan utilitas umum tersebut dibangun oleh orang perseorangan atau badan hukum, maka prasarana, sarana, dan utilitas umum tersebut harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 47 ayat (4) UU 1/2011).
Akan tetapi mengenai sanksi bagi para pihak yang menggunakan sarana dan prasarana tidak sesuai dengan fungsinya, tidak terdapat dalam UU 1/2011. Untuk itu kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (“UU 26/2007”). Pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan harus mengacu pada Pasal 61 UU 26/2007, yaitu dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Yang dimaksud dengan menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan adalah kewajiban setiap orang untuk memiliki izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang (Penjelasan Pasal 61 huruf a UU 26/2007).
Jika para pedagang dan preman tersebut menggunakan sarana dan prasarana perumahan tanpa izin, maka pada dasarnya mereka tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pelanggaran atas Pasal 61 huruf a UU 26/2007, dapat dikenai sanksi administratif (Pasal 62 UU 26/2007) atau sanksi pidana.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta