saya mengetahui kakak saya telah menggadaikan logam mulia berjenis emas milik ibu saya sebanyak 500 gram tanpa sepengetahuan ibu saya. Kakak saya telah menggadaikan emas milik ibu kami tanpa disertai surat-surat dari emas tersebut karena surat-surat dari emas tersebut disimpan oleh ibu saya di tempat berbeda yang tidak saya diketahui ataupun kakaknya sehingga kakak saya nekat menggadaikan emas tersebut tanpa disertai surat-surat.
Apakah pihak penggadaian bisa menerima gadaian tanpa surat-surat dari emas tersebut? Dan bisakah ibu saya mendapatkan kembali emas miliknya yang digadaikan tanpa sepengetahuannya tanpa mengeluarkan biaya tebusan gadai?
Surat emas adalah dokumen yang menyatakan transaksi pembelian secara sah di toko emas ataupun lembaga penyedia emas lainnya termasuk transaksi dalam kegiatan pengadaian. Namun saat ini, penggadaian barang logam mulia berjenis emas dapat dilakukan tanpa disertai dengan surat-surat emas tersebut dan digantikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai jaminan pengganti surat emas. Penggadaian emas tanpa disertai surat-surat ini biasanya memiliki konsekuensi berupa harga emas menjadi turun dari harga normal karena emas tersebut tidak disertai dengan surat-suratnya.
Mengacu pada sifat kebendaan atas emas, menurut Pasal 509 KUH Perdata yang menyatakan bahwa "Barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan."Karena telah diketahui bahwa emas tersebut diklasifikasikan dalam benda bergerak, maka yang menguasai diartikan yang memiliki (besit) sebagaimana diatur dalam Pasal 529 KUH Perdata, yang berbunyi “Yang dimaksud dengan besit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya sendiri.”
Kemudian berdasarkan Pasal 533 KUH Perdata menyatakan bahwa pemegang besit harus selalu dianggap beriktikad baik, barang siapa menuduhnya beriktikad buruk, harus membuktikannya. Dan Pasal 534 KUH Perdata menyatakan bahwa “Pemegang besit harus selalu dianggap memegangnya untuk diri sendiri, selama tidak terbukti, bahwa ia memegangnya untuk orang lain.” Sehingga ketika pemilik emas yaitu ibu saudara M. Nizam hendak melakukan upaya hukum atas peristiwa yang terjadi, maka menurut Pasal 532 KUH Perdata berbunyi “Besit dalam iktikad buruk terjadi bila pemegangnya mengetahui, bahwa barang yang dipegangnya bukanlah hak miliknya. Bila pemegang besit digugat di muka Hakim dan dalam hal ini dikalahkan, maka ia dianggap beriktikad buruk sejak perkara diajukan.”
Sehingga posisi hukum pihak penggadaian menurut kami selaku Tim JPN (Jaksa Pengacara Negara), tidak bisa dipaksa untuk menyerahkan benda jaminan (emas) yang telah digadai oleh kakak saudara M. Nizam. Kecuali nantinya pihak yang dirugikan yaitu ibu saudara M. Nizam dapat membuktikan bahwa benda yang digadaikan berasal dari suatu perbuatan yang melawan hukum, maka perjanjian gadai tersebut berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 1335 KUH Perdata adalah Batal Demi Hukum sehingga pemberi gadai wajib mengembalikan uang dan penerima gadai wajib mengembalikan barang (emas) seperti kondisi semula sebelum adanya peristiwa gadai (void ab initio).
Dengan demikian, menurut pendapat kami, saat ini penggadaian emas dapat dilakukan melalui tanpa atau adanya surat-surat dari emas tersebut tergantung kebijakan dari pihak penggadaian dengan konsekuensi nilai harga jual emas bisa lebih rendah dari harga normal. Dan apabila ibu dari saudara M. Nizam ingin mendapatkan Kembali emas miliknya yang digadaikan tanpa sepengatahuannya, maka baik saudara M. Nizam ataupun ibunya harus dapat membuktikan bahwa emas yang digadaikan berasal dari suatu perbuatan yang melawan hukum, maka perjanjian gadai tersebut berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata jo Pasal 1335 KUH Perdata adalah Batal Demi Hukum sehingga pemberi gadai wajib mengembalikan uang dan penerima gadai wajib mengembalikan barang (emas) seperti kondisi semula sebelum adanya peristiwa gadai (void ab initio).
Bagaimana cara menuntut pengembalian