Apa itu hak pakai dan hak atas tanah? Bagaimana hukumnya tanah hak pakai yang dimiliki WNA di Indonesia yang dialihkan kepada WNA lain di luar negeri, karena menjadi jaminan dalam perjanjian di antara para pihak?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya, Rezim Hukum Agraria Indonesia menganut prinsip pembatasan kepemilikan orang asing terkait hak atas tanah yang tercermin dalam berbagai ketentuan dalam UUPA.
Hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA
Adapun yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
Kemudian, hak pakai sendiri terdiri atas hak pakai dengan jangka waktu dan hak pakai selama dipergunakan. Pada dasarnya tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai dengan jangka waktu dapat meliputi tanah negara, tanah hak milik, dan tanah hak pengelolaan. Sementara tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai selama dipergunakan meliputi tanah negara dan tanah hak pengelolaan.
Perlu diketahui, pada dasarnya hak pakai dengan jangka waktu dapat beralih, dialihkan, dilepaskan kepada pihak lain, atau diubah haknya. Adapun pelepasan hak pakai dengan cara peralihan dibuat oleh dan dan di hadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.
Hak Pakai sebagai Hak Tanggungan
Hak pakai sendiri dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan berdasarkan Pasal 60 ayat (1) PP 18/2021.
Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (2) UUHT menerangkan bahwa selain hak-hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani hak tanggungan.
Menurut hemat kami, hak tanggungan juga dapat dibebankan pada hak pakai atas tanah hak pengelolaan. Menurut Boedi Harsono dalam Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, hak pengelolaan merupakan gempilan hak menguasai negara atas tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 PP 18/2021 menyebutkan hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang hak pengelolaan.
Dengan demikian, hak pengelolaan bukan hak atas tanah yang murni, melainkan merupakan cerminan dari hak menguasai dari negara. Oleh karenanya, tanah dengan hak pengelolaan pada dasarnya adalah tanah negara yang berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUHT dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Menurut hemat kami, hak tanggungan juga dapat dibebankan pada hak pakai atas hak milik. Suatu hak atas tanah dapat dijadikan jaminan kebendaan jika hak tersebut didaftarkan untuk memenuhi syarat publisitas, sehingga dapat dikategorikan sebagai benda terdaftar.
Hal ini tercermin dari ketentuan Pasal 51 UUPA yang menentukan hanya hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan yang dapat dibebankan dengan hak tanggungan, karena hanya hak-hak atas tanah tersebutlah yang wajib dilakukan pendaftaran menurut UUPA. Dalam perkembangannya, hak pakai juga wajib dilakukan pendaftaran melalui kantor pertanahan yang nantinya akan diberikan tanda bukti hak berupa sertifikat hak atas tanah. Selain itu, Pasal 23 ayat (1) UUPA juga menerangkan hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan.
Dengan demikian, kewajiban pendaftaran atas hak pakai, secara khusus, hak pakai atas tanah hak milik, menjadikan hak pakai sebagai benda terdaftar sebagai syarat untuk dapat dibebankan dengan suatu jaminan kebendaan.
Hak Pakai yang Dialihkan WNA
Kami asumsikan bahwa terdapat perjanjian antara WNA pemegang hak pakai dengan WNA lain yang menjadikan hak pakai tersebut menjadi jaminan berupa hak tanggungan. Lalu, kami asumsikan pula bahwa hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah hukum Indonesia.
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang yang dibuat melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Apabila debitur cidera janji atau tidak melunasi utangnya sebagaimana diperjanjikan, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Namun demikian, penjualan di bawah tangan dapat dilakukan jika akan menghasilkan harga tertinggi, asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan.
Dengan demikian, belum terjadi peralihan kepemilikan objek jaminan semata-mata ketika terjadi pembebanan hak tanggungan. Pembebanan hak pakai dengan hak tanggungan kepada kreditur asing/WNA yang berada di luar Indonesia tidak dapat dikonstruksikan sebagai peralihan objek jaminan kepada kreditur.
Peralihan kepemilikan objek jaminan baru terjadi ketika peserta lelang atau pembeli (dalam hal penjualan di bawah tangan) berhasil menjadi pemenang lelang/pembeli objek jaminan tersebut. Ketika hal demikian terjadi, barulah dapat dikatakan sebagai peralihan hak pakai.
Khusus untuk orang asing, pengertiannya harus dimaknai menurut Pasal 1 angka 14 PP 18/2021 adalah sebagai berikut:
Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.
Maka dari itu, orang asing dapat memiliki rumah di atas tanah hak pakai sepanjang yang bersangkutan bekerja, berbisnis atau berinvestasi di Indonesia atau memberikan manfaat lain.
Penyelundupan Hukum
Patut diperhatikan bahwa ada potensi penyelundupan hukum ketika hak pakai tersebut yang digunakan sebagai jaminan kebendaan untuk mendapatkan dana dari kreditur, kemudian hasil dana yang didapatkan tersebut digunakan untuk berbisnis atau berinvestasi di luar indonesia.
Penyelundupan hukum terjadi apabila seseorang dengan berdasarkan dan menggunakan kata-kata dari undang-undang, tetapi melawan jiwa dan tujuannya, secara tipu muslihat melakukan perbuatan-perbuatan yang ternyata diadakan dengan maksud agar dapat mengelakkan kaidah-kaidah hukum yang tertulis atau yang tidak tertulis. Jadi jiwa dan tujuan dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan memberikan hak pakai kepada orang asing adalah bahwa pemberian hak tersebut harus memberikan manfaat bagi Indonesia, bukan semata-mata untuk kepentingan orang asing yang bersangkutan.
Ketika hak pakai tersebut dijadikan jaminan dalam suatu perjanjian untuk memperoleh dana yang digunakan untuk berinvestasi di luar Indonesia, maka sejak dari awal hal tersebut bertentangan dengan jiwa dan tujuan pemberian hak pakai kepada orang asing.
Ketentuan tersebut merupakan bagian dari ketertiban umum, sehingga perjanjian utang piutang yang melibatkan hak pakai sebagai jaminan tersebut dapat batal demi hukum. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu persetujuan yang dibuat berdasarkan suatu sebab yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Cabang Kejaksaan Negeri Solok Di Alahan Panjang secara Gratis.
Demikian Jawaban Kami Semoga Bermanfaat.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta