Adakah kekhususan dalam proses kepailitan terhadap PT perorangan? Mengingat organ PT perorangan tidak seperti PT biasa. Mohon penjelasannya.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menyampaikan pengertian perseroan terbatas (”PT”) perorangan yang dapat merujuk ketentuan Pasal 109 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 1 UU PTyang berbunyi:
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.
Dengan demikian, pengertian dari PT perorangan atau perseroan perorangan adalah badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.
Adapun, lingkup perseroan perorangan dibatasi hanya pada kriteria usaha mikro dan kecil (UMK) dan dapat didirikan oleh 1 orang. Pengaturan ini ditujukan untuk melakukan modernisasi masyarakat untuk berkreasi agar dapat memajukan dan menaikkan pendapatannya.
Sedangkan, PT biasa dikenal dengan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Lingkup dari PT biasa ini adalah badan hukum yang modal usahanya diperoleh dari penyetoran saham dan dapat didirikan oleh dua orang atau lebih.
Apabila perseroan perorangan memiliki utang kepada kreditur, maka terdapat kemungkinan perseroan perorangan tersebut dimohonkan berada dalam kepailitan oleh krediturnya apabila tidak mampu melunasi utang-utangnya.
Adapun, yang dimaksud dengan pailit adalah suatu kondisi debitur tidak mampu lagi melakukan pembayaran utang kepada para kreditur, dikarenakan situasi keuangan debitur.
Sementara itu, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU 37/2004.
Untuk dimohonkan dalam keadaan pailit, suatu perseroan harus memenuhi dua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004 yaitu:
Kedua syarat tersebut harus dibuktikan secara sederhana seperti diberikan surat teguran kepada debitur yang mana debitur tidak melakukan pembayaran utang atau kreditur dapat membuktikan jika debitur memiliki utang yang telah jatuh tempo.
Lantas, siapa yang bertanggung jawab apabila perseroan dimohonkan dalam keadaan pailit? Apabila suatu perseroan melalui proses kepailitan, dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap kesalahan atau kelalaian yang dilakukannya untuk membayar utang atas kekurangan tersebut kepada para kreditur. Hal ini diatur dalam Pasal 104 ayat (2) UU PT. Kondisi ini berlaku jika direksi telah melakukan perbuatan sesuai dengan kewenangan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar (“AD”) perseroan.
Namun, apabila tindakan direksi yang mengakibatkan pailit atas perseroan tersebut dilakukan di luar kewenangan sebagaimana tercantum dalam AD (ultra vires), maka perseroan tidak menanggung perbuatannya dan pembebanannya diletakkan pada harta pribadi direksi. Hal ini diatur di dalam Pasal 97 ayat (3) UU PT sebagai berikut:
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Berbeda dengan perseroan biasa yang organnya terdiri atas direksi, komisaris, dan RUPS, perseroan perorangan didirikan oleh 1 orang saja atau owner tunggal yang statusnya sebagai pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham perseroan perorangan.
Lantas, dengan adanya perbedaan organ antara perseroan persekutuan modal (PT biasa) dengan perseroan perorangan, apakah proses kepailitannya juga berbeda? Menurut hemat kami, proses kepailitan perseroan perorangan tidak memiliki kekhususan atau perbedaan dengan PT biasa (perseroan persekutuan modal). Hal ini karena semua harta kekayaan debitur sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan dan segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan sama-sama akan diambil alih penguasaan dan pengelolaannya oleh kurator selama proses kepailitan selesai dilakukan.
Ketika perseroan mengalami kepailitan, maka organ perseroan tersebut akan tetap berfungsi namun harus sesuai dengan ketentuan. Apabila dalam fungsinya kemudian menimbulkan harta pailit menjadi berkurang, maka pengeluaran uang yang termasuk dalam harta pailit merupakan wewenang dari kurator .
Jadi, perseroan perorangan yang bentuknya adalah badan hukum, proses kepailitannya sama halnya dengan PT biasa (perseroan persekutuan modal). Adapun, yang dijadikan sebagai acuan untuk proses permohonan pailit adalah Pasal 6 ayat (1) UU 37/2004 yaitu permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
Bagaimana cara menuntut pengembalian