Selamat Siang, JPN Sambas. Saya memiliki sebuah toko yang menjual bahan bangunan. Ada salah seorang konsumen langganan yang sering berbelanja di toko saya, awalnya semuanya lancar, namun beberapa waktu yang lalu orang tersebut berbelanja sebesar Rp 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) dan berutang di toko saya. Konsumen tersebut berjanji akan membayarnya ketika usahanya telah berjalan lancar. Setelah bahan bangunan saya berikan, hingga sekarang konsumen tersebut tidak kunjung membayar utang padahal usahanya telah berjalan lancar. Upaya hukum apa yang harus saya tempuh, perkara perdata atau pidana terkait masalah ini? Mohon pencerahannya, terima kasih.
Halo Rhevaldi,
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Subekti dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian kemudian melahirkan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut dikenal dengan istilah prestasi. Ketika prestasi tidak terpenuhi, maka disebut dengan wanprestasi.
Secara spesifik, Subekti mendefinisikan wanprestasi sebagai suatu keadaan di mana si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikan, alpa, lalai, ingkar janji, melanggar perjanjian, termasuk melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Hal ini juga sejalan dengan definisi yuridis yang diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menggambarkan wanprestasi sebagai suatu keadaan dimana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Bahwa yang termasuk wanprestasi pada praktiknya, dikenal 4 bentuk, yakni:
Berdasarkan kasus Sdr. Rhevaldi, dapat dikatakan bahwa bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh konsumen Sdr. Rhevaldi adalah tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Dalam hal ini, konsumen Sdr. Rhevaldi berjanji akan membayar dan melunasi utangnya, tetapi ia tidak bayar utangnya.
Oleh karenanya, tindakan konsumen yang tidak bayar utang murni merupakan perbuatan wanprestasi, sehingga masuk ke dalam ranah perdata. Dengan demikian, Sdr. Rhevaldi dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri.
Adapun Akibat Hukum Wanprestasi menyebabkan Sdr. Rhevaldi selaku kreditur mengalami kerugian. Dalam hal ini, kreditur memiliki hak untuk memaksa debitur yang wanprestasi untuk memenuhi perjanjian atau melakukan pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian biaya kerugian dan bunga. Masih bersumber dari buku yang sama, Subekti menjelaskan KUH Perdata telah mengatur beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam hal terjadi wanprestasi, yakni sebagai berikut:
Adapun konsekuensi ganti rugi wanprestasi yang harus dipenuhi debitur kepada kreditur mencakup:
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Sambas secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian