Supported by PT. Telkom Indonesia
Senin, 23 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-03-08 10:18:03
Hutang Piutang
HUTANG PIUTANG

Assalamualaikum wr. wb 

Mohon penjelasannya saya ingin menanyakan apakah hutang istri sama dengan hutang suami? 

itu saja pertanyaan dari saya mohon pencerhannya 

Dijawab tanggal 2023-03-08 11:01:20+07

Atas permohonan pemohon, kami memberikan penjelasan yang pada pokoknya sebagai berikut :

PENGERTIAN HARTA BERSAMA  

Harta Bersama menurut Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 

Pasal 35 ayat (1) UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah “Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta bersama.

Harta Bersama menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

Pasal 119 KUH Perdata, disebutkan bahwa “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri”

Harta Bersama menurut Kompilasi Hukum Islam 

Pasal 85 KHI, disebutkan bahwa “Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri”. Di dalam pasal ini disebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HUTANG PIUTANG  

Pengertian Hutang Piutang 

Hutang adalah kewajiban yang dinyatakan atau tidak dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik yang secara langsung maupun yang akan timbul di kemmudian hari, yang  timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan apabila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur. Piutang adalah tagihan (klaim) kreditur kepada debitur atas uang, barang atau jasa yang ditentukan dan bila debitur tidak mampu memenuhi maka kreditur berhak untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur. Pengertian hutang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai dalam kitab Undang-Undang hukum Perdata pasal 1721 yang berbunyi: “ pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis pemakaian dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula”. Jadi hutang piutang yaitu merupakan kegiatan antara orang yang berhutang dengan orang lain/ pihak lain pemberi hutang atau disebut pelaku piutang, dimana kewajiban untuk melakukan suatu prestasi yang dipaksakan melalui suatu perjanjian atau melalui pengadilan.  Atau dengan kata lain merupakan hubungan yang menyangkut hukum atas dasar seseorang mengharapkan prestasi dari seorang yang lain jika perlu dengan perantara hukum.

Setiap Pinjam Meminjam Berasal dari Adanya Suatu Perjanjian 

Pasal 1313 KUHPerdata "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."

Suatu hal itu adalah prestasi (saling menguntungkan dan tidak saling dirugikan), Prestasi dapat berupa:

  1. Sepakat bagaimana menyerahkan/ berbagi sesuatu
  2. Melakukan sesuatu
  3. Tidak melakukan sesuatu

Persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah jika salah satu tidak melaksanakan perjanjian tersebut maka timbul apa yang disebut sebagai Wan-Prestasi.

Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/ tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/ isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung  salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :

a. Unsur paksaan (dwang)

Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.

b. Unsur kekeliruan (dwaling)

Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum).

c. Unsur penipuan (bedrog)

Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.

Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata. 

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Seseorang dikatakan cakap hukum apabila telah berumur minimal 21  tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang yang telah dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau boros. Untuk lebh jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang perlu pula dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.

3. Suatu hal tertentu.

Ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak. Hal tertentu mengenai objek benda oleh para pihak biasanya ditegaskan dalam perjanjian mengenai jenis barang, kualitas dan mutu barang, buatan pabrik dan dari negara mana, jumlah barang, warna barang, dan lain sebagainya.

4. Suatu sebab yang halal (causa yang halal).

Sebab yang halal/ causa yang halal mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.

Syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau orangnya. Syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya

Kesimpulan 

Bahwa berdasarkan permasalahan pemohon yang mempunyai kewajiban untuk membayar hutang berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata adalah orang yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut yang di dasarkan pada kesepakatan para pihak dalam hal ini berarti seorang istri wajib melaksanakan kewajibannya berupa membayar prestasi  akan tetapi oleh karena suami mempunyai kewajiban untuk menafkahi istri sebagaimana ketentuan pasal 80 ayat (2), ayat (4) KHI (Kompilasi Hukum Islam) “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan” oleh karenanya hutang istri dapat ditanggung oleh suami karena harta istri dan suami selama perkawinan merupakan harta bersama.

demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

 

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. SAMPANG
Alamat : Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 84 Kecamatan Kota Kabupaten Sampang 69213 Telp. (0323)-321099 Fax. (0323)-322581
Kontak : 87859945607

Cari

Terbaru

Hutang Piutang
Hutang Orang Tua

Ayah saya dulu meminjam uang ke bank

Hukum Waris
Tanah Warisan Tidak Bersertifikat

Kami memiliki sebidang tanah yang ber

Hutang Piutang
Apakah pesan WhatsApp bisa dijadikan bukti perjanjian utang piutang?

Bagaimana cara menuntut pengembalian

Hutang Piutang
Teman Saya Meminjam Uang Pakai Nama Saya

Halo Bapak/Ibu saya ingin bertanya.

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.