saya membeli sebuah rumah melalui developer atau pengembang dengan system pesan bangun menggunakan akad perjanjian berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah kami sepakati.Salah satu persyaratan yang kami sepakati adalah mekanisme pembayaran yang disesuaikan dengan progress fisik atau bobot pekerjaan yang sudah terpasang atau yang sudah terlaksana.
Pada saat bobot pekerjaan sudah mencapai 75 % dan saya pun juga sudah melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai bobot dimaksud bahkan saya sudah membayar sebesar 95 % dari total pembayaran yang harus saya lakukan karena dalam perjanjian ini kami telah mensepakati adanya system pembayaran untuk uang muka sebesar 20 % dari nilai kontrak, tiba-tiba datang sekelompok orang melarang atau menghentikan proses pembangunan yang dilakukan oleh developer atau pengembang dimaksud.
Belakangan saya ketahui bahwa yang menghentikan proses pembangunan rumah yang saya pesan tersebut adalah keluarga besar atau kaum dari pemilik tanah tempat dibangunnya rumah saya tersebut. Ternyata pemilik tanah bukanlah pengembang atau developer dimana saya membuat perjanjian berupa PPJB tersebut.
Bahwa ternyata developer atau pengembang pada awalnya bekerja sama dengan seorang yang namanya tertera dalam sertifikat hak milik atas tanah yang dijadikan lokasi pembangunan rumah dimana ternyata orang dimaksud merupakan ninik mamak dari kaum pemilik tanah dimaksud yang tanpa persetujuan dari anggota kaumnya yang berhak atas tanah dimaksud telah melakukan perjanjian secara sepihak dengan developer atau pengembang dimana saya telah melakukan perjanjian PPJB dalam pembelian sebuah rumah.
Beberapa kali saya coba berkomunikasi dengan pihak developer atau pengembang namun sampai saat ini belum ada solusi atau jalan keluarnya sehingga sampai saat ini pembangunan rumah yang saya beli tersebut terbengkalai dan saya merasa dirugikan.
pertanyaan yang ingin saya ajukan yaitu sebagai berikut:
Kami mengucapkan terima kasih kepada saudara yang telah memercayai kami untuk mencari solusi yang terbaik terkait permasalahan saudara.
Bahwa atas permasalahan hukum tersebut kami menyampaikan beberapa tanggapan penjelasan antara lain :
Dalam proses jual-beli tanah atau rumah, umumnya terdapat dokumen yang disebut AJB namun ada juga dokumen bernama PPJB. Kedua bentuk akta tersebut dapat dilakukan dalam pembelian tanah ataupun rumah. Kalau melihat kronologis atau uraian singkat yang saudara sampaikan maka dapat disimpulkan bahwa PPJB merupakan bentuk perjanjian yang lebih tepat yang dipilih dalam pembelian unit rumah dimaksud karena adanya kalusul-klausul yang diperjanjikan sebagai tahapan awal sampai nantinya jual beli rumah atau tanah dimaksud selesai.
AJB adalah singkatan dari Akta Jual Beli. AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual-beli. Dengan kata lain, AJB merupakan salah satu merupakan salah satu syarat dalam jual beli tanah atau rumah yang memiliki kekuatan hukum. Dengan dibuatnya AJB oleh Notaris/PPAT, maka tanah sebagai obyek jual beli telah dapat dialihkan atau balik nama dari penjual kepada pembeli.
PPJB adalah singkatan dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli. PPJB yang berkaitan dengan proses peralihan hak atas tanah atau rumah memang tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan. Karena itu, PPJB sebenarnya hanyalah ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah yang bersifat di bawah tangan atau akta non-otentik. Akta non-otentik berarti akta yang dibuat hanya oleh para pihak atau calon penjual dan pembeli, tetapi tidak melibatkan notarsi/PPAT. Meski demikian, aturan hukum PPJB di Indonesia ada yang menggunakan istilah PPJB yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PP 14/2016) sebagaimana diubah dengan PP 11/2021. Pada PP 11/2021 Pasal 1 angka 10 menyebut, Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditpemohontangani Akta Jual Beli (AJB). Dalam PPJB biasanya diatur tentang syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. Umumnya, PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu. Misalnya, tanahnya masih dalam jaminan bank atau masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan.
Maka, dalam sebuah transaksi jual beli tanah, calon penjual dan pembeli sebenarnya tidak diwajibkan membuat PPJB. Namun PPJB dibutuhkan sebagai komitmen para pihak terhadap berlangsungnya proses jual-beli. PPJB bertujuan untuk mengikat calon penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia akan menjual benda/hak miliknya kepada calon pembeli. Sejalan dengan itu, pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak lain untuk menyerahkan barang yang dijanjikan. Syarat sah tersebut telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Meskipun PPJB tidak mensyaratkan harus dibuat dihadapan Notaris/ PPAT sebaiknya PPJB dibuat dihadapan Notaris PPAT karena PPJB yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta otentik, bisa dilihat dalam Pasal 1868 KUH Perdata.Sementara pasal 1870 KUH Perdata menyatakan penegasan bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Suatu akta otentik memberikan para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Oleh karena itu, calon pembeli sebaiknya membuat PPJB di hadapan PPAT.Hal ini bisa menjadi langkah preventif untuk mencegah terjadinya perselisihan antara pembeli dengan penjual.
Melihat kronologis atau uraian singkat saudara kami menduga bahwa PPJB yang saudara buat sepertinya tidak dilakukan dihadapan Notaris PPAT karena kalau PPJB dimaksud dibuat dihadapan Notaris PPAT resiko ini sangat kecil terjadi karena sedianya Notaris atau PPAT yang memfasilitasi pembelian unit rumah saudara mengetahui secara pasti pemilik tanah yang tercantum di dalam sertifikat tersebut, karena apabila nama pemilik yang tercantum dalam sertifikat tidak sama dengan nama developer yang melakukan perjanjian dengan saudara maka pihak Notaris PPAT akan meminta developer untuk mengurus pengalihan hak terlebih dahulu dari pemilik tanah kepada pihak developer atau pemilik tanah yang namanya tercantum dalam seritifikat untuk ikut dalam perjanjian atau setidak-tidaknya ada surat kuasa dan izin untuk melakukan PPJB serta pelepasan hak dari pemilik awal kepada pihak developer.
Melihat permasalahan yang saudara hadapi berdasarkan uraian singkat diatas sebaiknya sebelum melakukan pembelian atas tanah maupun rumah melalui developer atau pengembang saudara mencermati dan melakukan hal-hal sebagai berikut :
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memilih developer adalah dengan mencari tahu reputasinya terlebih dahulu.Dengan mengetahui reputasinya, saudara dapat mempertimbangkan dan menilai apakah developer tersebut dapat bertanggung jawab dalam berbagai urusan tempat tinggal saudara nanti. saudara dapat mencari informasi melalui website dan media sosialnya untuk melihat portofolio dari proyek-proyek yang sudah dikerjakan sebelumnya.
Selain itu, penting untuk melihat profil developer yang dapat dicek melalui Sistem Registrasi Pengembang (SIRENG) di sireng.pu.go.id yang disediakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).Apabila belum terdaftar atau tidak aktif dapat juga dicek melalui asosiasi pengembang perumahan. Apabila sudah terdaftar di Kementerian PUPR maka secara otomatis akan terdaftar juga dalam asosiasi pengembang/developer. Kemudian, kerjasama dengan bank yang profesional dan mempunyai kredibilitas yang baik juga bisa dijadikan indikasi.Apabila developer bekerjasama dengan bank besar yang punya kredibilitas tinggi maka developer tersebut dapat dikatakan punya kredibilitas yang baik juga.
2. Perhatikan legalitas Sertifikat Hak Milik (SHM) & Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Untuk menghindari masalah yang dapat terjadi di kemudian hari seperti penyegelan oleh pihak berwenang, penolakan kredit bank, dan masalah lainnya, maka saudara harus memperhatikan legalitas dari rumah yang ingin saudara beli dari developer. Tanyakan ke pihak developer apakah rumah tersebut sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
3. Tanyakan kejelasan sertifikat tanah
Saat membeli rumah melalui developer, sertifikat tanah seharusnya sudah diganti nama dari pemilik lama menjadi nama developer.Jika tertarik membeli, pastikan saudara menanyakan lebih jelas dan pastinya kapan sertifikat tersebut dapat beralih menjadi atas nama saudara.Hal ini penting karena jika sertifikat belum balik nama, maka saudara tidak dapat melakukan alih kredit (take over) ke bank lain dari bank saat ini dan menurut hemat kami permasalahan penghentian pembangunan oleh pihak yang turut merasa berhak atas tanah tersebut karena saudara tidak memastikan bahwa nama yang tertera dalam sertifikat adalah nama dari developer tempat saudara melakukan pengikatan atau pejanjian.
2. Apakah saudara bisa melakukan upaya pemidanaan atas dasar penipuan yang dilakukan oleh pihak developer atau pengembang dengan dalil saudara ditipu oleh developer atau pengembang?
Tidak semua perkara atau perbuatan bisa dipidana. Bahwa saudara merasa tertipu akibat tidak selesainya pembangunan rumah yang saudara beli sedangkan saudara sudah menyerahkan sejumlah uang sebagaimana yang diperjanjikan tidak secara otomatis perbuatan dimaksud dapat dipidana karena tidak semua perkara atau perbuatan melawan hukum bisa dipidana.
Bahwa untuk dapat dipidananya seseorang setidak-setidaknya perbuatan yang disangkakan tersebut telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 13 dan Pasal 184 KUHAP dimana di dalam Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang seringkali dikenal sebagai alat bukti yang sah dalam penjatuhan putusan oleh hakim, antara lain: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dan minimal perbutan yang disangkakan tersebut memenuhi unsur-unsur pasal yang dilanggar dimana dalam ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Buku II Kejahatan memuat Pasal 378 yang berbunyi:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang ataupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. "
Melihat uraian singkat dari permasalahan yang saudara sampaikan dapat kami sampaikan bahwa adalah hak saudara untuk menempuh upaya hukum pemidanaan dengan melaporkan pihak yang saudara anggap telah menipu saudara untuk diproses secara pidana yakni melalui proses yang disebut penyelidikan, penyidikan dan penuntutan di sidang pengadilan. Namun berdasarkan uraian singkat yang saudara sampaikan kami melihat belum terlihat adanya niat jahat (mens rea) ataupun perbuatan pidana (actus reus) atas kejadian yang menimbulkan kerugian bagi saudara tersebut. Dalam teori pidana, sebuah tindak pidana dibangun atas dua unsur penting yaitu unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana) dan unsur subjektif/mental yaitu mens rea (niat jahat atau sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana).
3. Apa langkah hukum yang dapat pemohon lakukan untuk mendapatkan hak pemohon berupa rumah sebagaimana yang sudah kami perjanjikan tersebut?
Bahwa berdasarkan uraian singkat yang saudara paparkan, kami mempemohonng perbuatan melawan hukum yang saudara alami adalah perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum keperdataan sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi, antara lain:
Pasal 1365 KUHP memberikan kemungkinan beberapa jenis penuntutan, di antaranya:
1. Ganti kerugian atas kerugian dalam bentuk uang
2. Ganti kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian keadaan pada keadaan semula
3. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum
4. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan
5. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum
6. Pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki
Bahwa langkah hukum awal yang dapat saudara lakukan untuk mendapatkan hak saudara berupa rumah sebagaimana yang sudah diperjanjikan tersebut sebelum mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri adalah dengan mengajukan Somasi.
Penerapan somasi dilakukan dalam praktek hukum, tidak hanya terbatas dalam perkara ingkar janji wanprestasi atas kontrak, namun sering diterapkan dalam perkara dalam bentuk perbuatan melawan hukum ataupun dalam kasus-kasus pidana terutama penipuan, penggelapan dan lain-lain. Somasi bertujuan untuk memberikan peringatan atau warning kepada debitur agar memenuhi kewajiban hukum yang telah ditentukan di dalam kontrak, ataupun ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peringatan mana dapat menuntut pemenuhan kerugian yang timbul akibat kelalaian debitur dalam memenuhi janjinya atau kewajibannya sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1243;
Somasi dapat diartikan sebagai teguran atau peringatan dari yang berpiutang (kreditur) kepada yang berutang (debitur) untuk memenuhi kewajibannya, dapat juga diartikan sebagai perintah dari juru sita pengadilan.Dalam prakteknya isi somasi mengandung undangan dari kreditur kepada debitur untuk melangsungkan musyawarah atau perundingan agar klausul yang dilalaikan oleh debitur dapat diselesaikan dengan baik tanpa melalui jalur pengadilan.
Somasi dapat berfungsi sebagai penegasan debitur telah lalai dalam memenuhi kewajibannya kepada debitur sesuai kesepakatan yang telah dibuat. Kalimat somasi dalam KUH Perdata diistilahkan sebagai, Surat Perintah bahwa Somasi ini diperlukan karena apabila dilihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 yang menyatakan: Apabila perjanjian secara tegas menentukan kapan pemenuhan perjanjian menurut hukum, debitur belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban sebelum hal itu dinyatakan kepadanya secara tertulis oleh pihak kreditur. Tegas dalam Yurisprudensi tersebut, somasi diperlukan untuk menyatakan seseorang debitur telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) sebelum dilanjutkan dengan upaya mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang.
Demikian jawaban dari kami, jika saudara kurang puas atau kurang mengerti penjelasan di atas, saudara dapat langsung datang ke Kantor Pengacara Negara di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat agar saudara bisa berkonsultasi langsung dengan Jaksa Pengacara Negara.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta