apakah dugaan tindak pidana penggelapan tanah yang sedang di lakukan penyelidikan oleh APH, akan terhenti apabila terduga pelaku melakukan gugatan perdata terhadap obyek tanah yang di di duga di gelapkan?
Terima kasih atas pertanyaan Saudara Dedi Saputra kepada HaloJPN, adapun jawaban kami atas pertanyaan saudari adalah sebagai berikut:
Terkait adanya perkara pidana dan perkara perdata jika berjalan bersamaan dan berkaitan, untuk didahulukan maka perlu dengan teliti merujuk pada objek perkara pidana maupun perdatanya, untuk memudahkan dalam pemahaman kami mengkategorikan sebagai berikut:
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 menyebutkan: apabila dalam pemeriksaan perkara Pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal Perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara Pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suuatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara Perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Pasal 3 mengatur bahwa: Pengadilan dalam pemeriksaan perkara Pidana tidak terikat oleh suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara Pidana tidak terikat oleh suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara Perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak Perdata tersebut.
Namun apabila status keperdataan belum memiliki kejelasan, maka perkara Pidana tidak dapat dilanjutkan.
Apabila terdapat perkara perdata sudah seharusnya untuk didahulukan, daripara perkara pidana. Tentunya hal tersebut dapat bermanfaat apabila terjadinya suatu tuntutan perkara Pidana, dan disisi lain adanya sengketa kepemilikan suatu hal dengan pihak dan benda yang sama pada perkara pidana.
Pada Pasal 29 Algemene Bepalingen van wetgeving voor indonesie atau biasa disebut Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan untuk Indonesia menyebutkan: Selama dalam proses penuntutan Pidana, ditundalah tuntutan perdata mengenai ganti-rugi yang sedang ditangani oleh Hakim perdata, dengan tidak mengurangi cara-cara pencegahan yang diperkenankan oleh Undang-Undang.
Pasal 30 juga menyebutkan bahwa tuntutan pidana tidak dapat dihentikan atau ditunda dengan mengingat adanya gugatan perdata, kecuali dalm hal-hal yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa perkara pidana seharusnya didahulukan daripada perkara perdata, oleh karena ganti rugi tidak dapat dimintakan jika perbuatan melawan hukum perkara pidana belum terbukti selama dalam kontek kerugian diakibatkan oleh perbuatan perkara Pidana yang dilakukan.
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa: penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan dalam perkara tindak Pidana Korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 juga diatur bahwa perkara Pidana yang perlu adanya putusan perkara Perdata akan suatu kepemilikan ataupun hubungan hukum antar pihak dapat dilakukan penundaan akan persidangan Pidananya.
Akan tetapi, Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 memberikan kewenangan pada Hakim untuk menilai perlu adanya penundaan atau tidak. Maka aturan ini akan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada hakim untuk menilai hal tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam menetukan perkara pidana ataupun perdata yang didahulukan, dibutuhkan analisa adanya relasi atau hubungan dari keduanya, terkait kerugian perkara perdata yang timbul apakah akibat dari perbuatan perkara pidananya, atau, perbuatan perkara pidana baru dapat dibuktikan jika tidak ada sengketa keperdataan prihal kepemilikan suatu benda.
Demikian penjelasan kami, apabila saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin ditanyakan, dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi NTB secara GRATIS.
Bagaimana cara menuntut pengembalian