Sebidang tanah yang berada berdekatan dengan sungai yang sebelum mengalami abrasi dan luasnya berkurang dari ukuran semula namun sekarang timbul kembali dan posisi tanah tersebut melebihi ukuran awalnya.
Bagaimana penyelesaiannya? Sedangkan tanah tersebut tidak memiliki sertifikat.
Hallo Pak Yusmasir, terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada layanan Halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara bahwa Tanah timbul adalah yang dikuasai penuh oleh Negara, dan menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah adalah : Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau dan bekas sungai dikuasai langsung oleh negara. Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa secara Hukum Tanah Nasional, tanah timbul adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, oleh sebab itu setiap orang yang akan menguasai tanah timbul haruslah memperoleh izin terlebih dahulu dari Aparat Pemerintah yang berwenang untuk itu yaitu Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) Republik Indonesia Kabupaten/Kota setempat.
Jadi Hak menguasai tanah tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-Daerah (Pemerintah Daerah) dan masyarakat-masyarakat Hukum Adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan dengan Kepentingan Nasional, menurut ketentuan - ketentuan Peraturan Pemerintah.
Menurut Surat Edaran Menteri Negeri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 410-1293/1996 tentang Penertiban Statu Tanah Timbul dan Tanah Reklamasi menyebutkan tanah yang hilang secara alami baik karena longsor, tertimbun, atau karena gempa bumi, atau pindah ke tempat lain karena pergeseran tempat maka tanah tersebut hilang dan haknya hapus dengan sendirinya. Selanjutnya pemegang haknya tidak dapat minta ganti rugi kepada siapapun dan tidak berhak menuntut apabila di kemudian hari di atas bekas tanah tersebut dilakukan reklamasi/penimbunan dan atau pengeringan. Mengenai kedudukan/status hukum dari tanah timbul itu sebagai tanah baru yang terjadi secara alami merupakan tanah negara. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara bahwa: Tanah timbul adalah yang dikuasai penuh oleh negara. Tidak adanya peraturan perundang-undangan maupun peraturan teknis lainnya yang mengatur secara khusus mengenai tanah delta, maka tanah delta dapat dikategorikan sebagai tanah timbul (Aanslibbing). Tanah timbul (Aanslibbing) lazimnya hanya diberikan tiga macam hak untuk pendaftaran pertama kali hak atas tanah timbul, yaitu: Hak Milik (HM), Hak Pakai (HP), dan Hak Guna Bangunan (HGB). Perolehan hak atas tanah timbul (aanslibbing) seperti tanah delta dapat dilakukan melalui permohonan hak. Permohonan hak atas tanah ini merupakan kegiatan untuk mendapatkan (memperoleh) tanah dengan cara mendaftarkannya pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia Kabupaten/Kota setempat.Menurut Pasal 5 UUPA bahwa: Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada Hukum Agama.
Demikian penjelasan yang dapat kami berikan, semoga dapat bermanfaat. Apabila masih ada pertanyaan yang ingin Saudara sampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Aceh Selatan.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta