Bagaimana apabila kakak kandung saya ingin menghibahkan tanah serta bangunannya kepada adik kandungnya, bagaimana cara yang sesuai dengan undang-undang serta bagaimana penghitungan pajaknya bagi kedua belah pihak?
Pertanyaan :
Bagaimana apabila kakak kandung saya ingin menghibahkan tanah serta bangunannya kepada adik kandungnya, bagaimana cara yang sesuai dengan undang-undang serta bagaimana penghitungan pajaknya bagi kedua belah pihak?
Jawaban :
merujuk pada Pasal 1666 kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata), hibah adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.
Syarat Hibah :
Hibah hanya bisa dilakukan oleh pemberi dan penerima hibah yang keduanya masih hidup. Selain itu, semua orang yang sudah dewasa menurut undang-undang pada dasarnya boleh memberikan dan menerima hibah. Sehingga anak-anak di bawah umur tidak diperkenankan untuk menghibahkan sesuatu, kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama KUH Perdata.
Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap benda atau harta yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1667 KUHPerdata. Apabila barang tersebut belum ada atau baru akan ada di masa mendatang, maka proses penghibahan menjadi batal. Selain itu, barang atau objek yang dihibahkan tidak dalam keadaan terikat suatu perjanjian dengan pihak lain, misalnya terikat perjanjian gadai, harta gono-gini dan sebagainya.
Secara prinsipnya, hibah harus dilakukan dengan suatu akta notaris yang naskah aslinya disimpan oleh notaris. Namun, khusus untuk hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pertimbangan Hak Bagian Mutlak
Meskipun merupakan kehendak pemilik harta untuk menghibahkan kepada siapa saja yang dikehendaki. Namun, perlu diketahui jika kebebasan tersebut juga dibatasi, salah satunya oleh hak orang lain. Sebab, di dalam harta pemberi hibah terdapat legitime portie atau hak bagian mutlak anak sebagai ahli waris yang dilindungi undang-undang.
Adapun hak mutlak merupakan bagian warisan untuk setiap ahli waris yang besarannya telah ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 913 KUH Perdata).Bagi masyarakat muslim, bisa berpedoman pada Pasal 209 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang menyatakan pemberian hibah harus taat pada ketentuan batas maksimum, yaitu sepertiga dari harta pemberi hibah.Untuk non-muslim bisa tunduk pada aturan yang ada di Pasal 881 ayat 2 KUH Perdata. Dalam aturan tersebut dikatakan,dengan sesuatu pengangkatan waris atau hibah yang demikian, si yang mewariskan (dan menghibahkan-red) tak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak. Sebagai langkah antisipasi agar tidak timbul permasalahan dan tuntutan di kemudian hari, ada baiknya jika hibah disertai dengan Surat Persetujuan dari anak(-anak) kandung Pemberi Hibah. Artinya, pemberian hibah harus mendapat persetujuan dari para ahli waris dan tidak melanggar hak mutlak mereka.
Pembuatan Surat Akta Hibah
Setelah menyimak definisi beserta syarat agar hibah sah secara hukum, selanjutnya Anda bisa memproses pembuatan surat hibah. Surat hibah dari pemberi hibah sendiri bertujuan untuk memastikan pemberian hak milik, dalam hal ini tanah, agar jelas dan terukur mengenai batasan yang dibagikan.Surat ini nantinya akan menjadi panduan bagi Anda sebagai pemberi yang akan memberikan tanah kepada seseorang atau lembaga. Umumnya, format surat hibah serupa dengan surat perjanjian lainnya, dengan poin-poin seperti data diri pemberi hibah, penerima, lokasi rumah, serta pernyataan pemberi hibah.
Namun, setelah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berlaku, pembuatan surat hibah tanah harus dilakukan di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan akta aslinya disimpan oleh PPAT yang sudah ditunjuk. Apabila tidak dipenuhi, maka akta hibah tidak akan memiliki kekuatan hukum.Dalam pembuatan akta hibah ini, biasanya dihadiri oleh kedua belah pihak dan disaksikan minimal 2 orang saksi yang memenuhi syarat.
Pendaftaran Surat Akta Hibah
Langkah selanjutnya ialah mendaftarkan surat akta hibah yang sudah ditandatangani ke Kantor Pertahanan. Proses ini dilakukan oleh PPAT dengan turut menyertakan akta dan dokumen-dokumen terkait ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan maksimal 7 hari sejak ditandatangani. PPAT lalu menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta itu kepada para pihak, baik pemberi maupun penerima hibah. Di samping itu, perlu Anda ketahui jika pemberi atau penerima hibah bisa dibebankan pajak atas harta hibah tersebut. Untuk pemberi hibah bisa dikenakan PPh, sementara penerima hibah akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB hibah sendiri merupakan pajak yang diberikan karena perolehan hak tanah dan atau bangunan, dimana salah satu objek pajaknya adalah melalui pemindahan hak hibah. Jumlah tingginya pajak tersebut dibebankan sebanyak 5% disetiap peraturan daerah masing-masing.
Menurut PMK No. 245/PMK.03/2008, terdapat lima sumber penerimaan yang dibebaskan dari pajak hibah, yaitu:
Pengalihan hak atas kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang dalam hal ini juga mencakup hibah, dapat dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) sepanjang syarat formal dan material telah dipenuhi. Agar wajib pajak dapat dibebaskan dari PPh pada saat melakukan hibah, maka wajib pajak perlu memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (SKB PPhTB), dengan syarat penerima hibah merupakan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu dan anak. Pengertian ini terdapat dalam penjelasan Pasal 18 ayat 4 huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Maka, jika terjadi hibah kepada selain pihak tersebut, tidak dapat diberikan pembebasan PPh untuk bagian orang tersebut.
Bagi hibah yang tidak dibebaskan dari PPh, maka Anda bisa mengacu pada PP No. 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Pasal 2 ayat 1 huruf a mengatakan bahwa besarnya PPh yang dikenakan atas hibah tanah dan/atau bangunan itu sebesar 2,5% yang dikalikan dengan nilai bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. PPh ini akan dikenakan kepada si pemberi hibah.
Di sisi lain, tak hanya pemberi hibah yang akan dikenakan pajak, tetapi juga penerima hibah. Pajak yang dikenakan ke penerima hibah adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 88, besarnya tarif BPHTB yang paling tinggi adalah 5% dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah (Perda).
cara menghitung pajak hibah rumah:
Pak Ahmad memberikan sebidang tanah beserta bangunannya kepada Pak Heri. Objek hibah tersebut memiliki nilai jual Rp700.000.000. Akibat objek hibah tidak dapat dibebaskan dari PPh, maka Pak Heri harus membayar PPh sebesar berikut:
2,5% x Rp700.000.000 = Rp17.500.000
Pak Heri menerima hibah berupa sebidang tanah beserta bangunannya dari Pak Ahmad. Objek hibah tersebut memiliki nilai jual Rp700.000.000. Adapun NJOP dalam SPT PBB sebesar Rp400 juta. Pemerintah daerah mengatur NPOPTKP kawasan tersebut senilai Rp280 juta. Akibat objek hibah tidak dapat dibebaskan dari BPHTB, maka Pak Heri sebagai penerima hibah harus membayar BPHTB dengan rumus 5% x 50% x (NPOP NPOPTKP), hasilnya:
5% x 50% x (Rp700 juta Rp280 juta) = Rp10,5 juta
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp