Asslm wr wb,
pagi bapak ibu pengacara negara
saya mendengar dan mendapatkan aplikasi halo JPN ini dari sosialisasi yang dilakukan pada saat saya dan keluarga sedang berolahraga, masalah yang saya hadapi adalah rumah yang kami tinggali saat ini adalah rumah yang kami angsur yang berdiri di atas tanah milik negara , sebagai informasi bahwa kami adalah pensiunan salah satu BUMN dan pada saat rumah yang kami angsur bertahun tahun sudah lunas, kami ingin membuat surat kepemilikannya atas nama suami, namun ternyata kepengurusan surat menyurat tersebut terkendala karena belum di hibahkan kepada kami masih milik BUMN tersebut.
mohon solusinya kepada Jaksa Pengacara Negara, apa yang harus saya lakukan , terimakasih
Sebelumnya terimakasih telah menggunakan layanan Halo JPN, atas pertanyaan Saudari, dikarenakan data yang Saudari berikan kurang lengkap, maka dengan hormat saat ini dapat kami berikan jawaban sebagai berikut:
Pastikan terlebih dahulu apakah tanah tersebut adalah Tanah Negara atau bukan. Jika bukan Tanah Negara dimungkinkan tanah tersebut adalah tanah Hak Pakai atau tanah Hak Pengelolaan atas nama Kementrian.
Tanah Negara didefinisikan oleh banyak peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Berdasarkan uraian pada Pasal 1 PP No. 38/1963, bahwa BUMN tidak termasuk ke dalam badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
Walaupun tidak dapat mempunyai tanah hak milik, BUMN masih dapat mempunyai hak atas tanah yang lain, yaitu:
a. Hak Guna Usaha (Pasal 30 UUPA);
b. Hak Guna Bangunan (Pasal 36 UUPA);
c. Hak Pakai (Pasal 42 UUPA); dan
d. Hak Pengelolaan (Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan).
Kemudian, di bawah ini akan kami singgung mengenai sejarah singkat peraturan perundangundangan di bidang pertanahan yang berkaitan dengan permasalah Saudari.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara (PP 8/1953), diatur kewenangan penguasaan Tanah Negara pada Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri berhak:
Selain itu, di dalam hal penguasaan atas tanah Negara sebelum tanggal 27 Januari 1953 telah diserahkan kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka Menteri Dalam Negeri pun berhak mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan bertindak sesuai kewenangannya.
Mulai dari terbitnya peraturan ini, Tanah Negara dapat diserahkan penguasannya pada Departeman (Kementerian). Seiring perkembangan hukum tanah nasional dan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), PP 8/1953 diberikan penegasan terkait status Tanah Negara dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (Permen Agraria 9/1965). Dalam peraturan ini memberikan suatu penegasan yang mana Tanah Negara yang digunakan oleh pihakpihak yang diatur dalam PP 8/1953, diklasifikasikan dalam suatu hak atas tanah yaitu Hak Pakai atau Hak Pengelolaan sebagai berikut:
Pasal 4 Permen Agraria 9/1965
Dengan menyimpang seperlunya dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, maka tanah-tanah Negara yang oleh sesuatu Departemen, Direktorat atau daerah Swatantra dimaksudkan untuk dipergunakan sendiri, oleh Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya akan diberikan kepada instansi tersebut dengan hak pakai yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Pasal 5 Permen Agraria 9/1965
Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan kepada instansi tersebut dengan hak pengelolaan.
Jika tanah yang Saudari maksud adalah Hak Pakai atau tanah Hak Pengelolaan atas nama Kementrian, maka ketentuan terkait Barang Milik Negara harus dipatuhi pada objek tanah ini.
Pelepasan, penghibahan, penjualan dan perbuatan lain yang pada intinya pemindahtanganan tanah yang merupakan Barang Milik Negara yang dikuasai oleh Kementrian, maka Menteri atas kewenangannya harus mengetahui dan mengizinkan perbuatan tersebut sebagai pengguna Barang Milik Negara. Tidak hanya Menteri sebagai pengguna Barang Milik Negara ini saja yang melaksanakan hal tersebut, tetapi peraturan perundangundangan juga mengatur bahwa Menteri tersebut harus mengajukan permohonan usulan pemindahtanganan Barang Milik Negara melalui Menteri Keuangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (PP 27/2014) sebagai berikut:
Perlu diketahui bahwa tanah/bangunan termasuk pemindahtanganan Barang Milik Negara yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.
Maka pemindahtangan ini memang rumit karena tanah tersebut merupakan aset Kementerian yang merupakan Barang Milik Negara. Dapat memiliki tanah ini salah satunya dengan cara pemindahtanganan atau tanah tersebut telah dicabut hak atas tanahnya karena halhal tertentu yang diatur oleh peraturan perundangundangan yang salah satu alasanya adalah penelantaran. Jika Hak Pakai atas nama Kementerian tersebut tidak memiliki jangka waktu berdasar Pasal 45 ayat (1) PP 40/1996, maka hak ini tidak dapat dialihkan kecuali dicabut haknya karena tidak lagi memenuhi syarat atau Kementerian melepaskan hak atas tanah tersebut. Apabila kedua hal ini terjadi maka konsekuensinya tanah tersebut kembali menjadi Tanah Negara.
Sebelum tahun 1975 terdapat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah (Permendagri 6/1972) di mana dalam Pasal 2 huruf C dijelaskan sebagai berikut:
Gubernur Kepala Daerah memberi keputusan mengenai permohonan pemberian hak milik atas tanah Negara:
Dari peraturan tersebut dapat dipahami alasan pemberian Hak Milik atas Tanah Negara kepada seorang warga negaranya dan tidak lain dari 3 (tiga) sebab ini. Maka dapat dipastikan surat izin bangun yang diberikan oleh Kementrian merupakan izin untuk menggunakan tanah tersebut dan bukan untuk memilikinya dengan hak atas tanah, kecuali instansi ini telah mengatur cara peralihannya tersendiri yang telah dipahami berdasarkan peraturan perundangundangan.
Sehingga dapat disimpulkan, mencari status hukum hak atas tanah merupakan hal terpenting dalam permasalahan ini, agar Saudari dapat menindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah untuk dirinya atau menguasai tanah tersebut dengan hak milik, dengan catatan tanah tersebut adalah tanah negara yang bebas dan telah dihuni dengan jangka waktu yang lama berdasarkan peraturan perundangundangan.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudari masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudari dapat berkonsultasi langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Kutai TImur secara gratis dengan membawa kelengkapan dokumen terkait permasalahan yang Saudari hadapi. Salam Hormat dan Terima Kasih
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta