Supported by PT. Telkom Indonesia
Senin, 23 Des 2024
Quality | Integrity | No Fees
2023-03-07 15:52:30
Pertanahan
SENGKETA TANAH

bagaimanakah penyelesaian sengketa pertanahan dalam wilayah pertambangan?

Dijawab tanggal 2023-03-07 16:08:18+07

Penyebab Sengketa Tumpang Tindih Lahan di Wilayah Pertambangan

Wilayah pertambangan merupakan landasan bagi penetapan kegiatan usaha pertambangan yang ditetapkan pemerintah pusat setelah ditentukan oleh pemerintah daerah provinsi sesuai kewenangannya dan berkonsultasi dengan DPR.Penetapan wilayah pertambangan ini terdiri atas:

  1. Wilayah Usaha Pertambangan (“WUP”);
  2. Wilayah Pertambangan Rakyat (“WPR”);
  3. Wilayah Pencadangan Negara (“WPN”);
  4. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (“WUPK”).

Patut dicatat, hak atas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (“WIUP”), WPR, atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (“WIUPK”) tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.Adapun WIUP adalah bagian dari WUP dan WIUPK yang merupakan bagian dari WPN dan WUPK. Serta perlu digarisbawahi hak atas Izin Usaha Pertambangan (“IUP”), Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) bukan merupakan pemilikan hak atas tanah.

Menyambung pertanyaan Anda, Darwin Ginting selaku Ketua Dewan Pakar, Kajian Strategis dan Kebijakan Publik PP-IPPAT dalam webinar yang diselenggarakan Hukumonline bersama Indonesia Mining Association (IMA) dengan topik “Hukum Pertanahan: Solusi Terhadap Permasalahan Tumpang Tindih Lahan Antara Hak Atas Tanah dengan Area Kerja Pertambangan” menyebutkan beberapa penyebab sengketa tumpang tindih hak atas tanah dengan wilayah pertambangan antara lain karena masih banyak tanah belum terdaftar, belum disadarinya kedudukan sertifikat sebagai tanda bukti, proses pewarisan yang tidak tuntas, akibat ulah mafia tanah, hingga kurang cermatnya sebagian kecil notaris dan PPAT dalam menjalankan tugasnya.

Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Wilayah Pertambangan

Terkait penyelesaian sengketa pertanahan di wilayah pertambangan ada beberapa ketentuan yang mengaturnya, antara lain:

  1. Pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Persetujuan ini dimaksudkan untuk menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan eksplorasi seperti pengeboran, parit uji, dan pengambilan contoh.
  2. Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.
  3. Pemegang IUP atau IUPK yang telah melaksanakan penyelesaian tersebut dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun penyelesaian permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dalam Pasal 134, 135, 136 dan 137 UU 4/2009 dilakukan oleh pemerintah pusat melalui mediasi dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pemegang IUP atau IUPK dengan pemegang hak atas tanah.

Menjawab pertanyaan Anda, Koordinator Hukum Ditjen Minerba Bambang Sujito dalam webinar yang sama menerangkan alur penyelesaian hak atas tanah dalam wilayah pertambangan yaitu sebagai berikut.

  1. Pemilik hak atas tanah dan perusahaan melakukan negosiasi di mana:
  2. Perusahaan yang akan menjalankan kegiatan tambang melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang akan terkena dampak tambang bersama Kepala Desa/Camat/Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) kabupaten setempat.
  3. Inventarisasi hak atas tanah yang akan terkena dampak.
  4. Verifikasi surat-surat hak atas tanah oleh lembaga yang bewenang oleh Kepala Desa/Camat dan BPN.
  5. Mediasi patokan harga ganti rugi atau model lainnya sebagai kompensasi dihitung dari luasan tanah dan/atau benda yang berada di atas tanah yang akan diusahakan pertambangan.
  6. Bila tidak tercapai kesepakatan, dilakukan mediasi oleh pemerintah daerah untuk penetapan patokan ganti rugi.
  7. Jika masih tidak tercapai kesepakatan, mediasi dilanjutkan oleh menteri dengan cara:
  8. Mengajukan surat permohonan dari pemilik lahan/perusahaan kepada Kementerian ESDM c.q. Ditjen Minerba.
  9. Kementerian ESDM c.q. Ditjen Minerba memanggil perusahaan dan pemilik lahan untuk inventarisasi permasalahan bersama dengan BPN dan kementerian/lembaga terkait.
  10. Jika masih tidak tercapai kesepakatan, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan baik gugatan tata usaha negara maupun perdata.
    Di sisi lain, perlu diperhatikan pula ketentuan pidana dalam Pasal 39 angka 2 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 162 UU 3/2020 bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau Surat Izin Penambangan Batuan (“SIPB”) yang telah memenuhi syarat penyelesaian hak atas tanah secara bertahap dipidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.

Bambang Sujito kemudian menerangkan unsur-unsur dalam rumusan pasal di atas sebagai berikut.

  1. Setiap orang berarti subjek hukum perorangan atau korporasi yang dapat bertanggung jawab atas suatu tindakan hukum termasuk melakukan tindak pidana.
  2. Merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan di mana gangguan itu mengakibatkan kendala atau terhentinya operasi produksi (kegiatan penambangan sampai dengan pengangkutan dan penjualan).

Patut dicatat, ada perbedaan interpretasi pertambangan dan penambangan. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sedangkan penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral atau batubara.

Indikator adanya rintangan atau gangguan dapat berupa keterlambatan waktu pelaksanaan yang tidak sesuai rencana atau kerugian materiil yang timbul karena rintangan atau gangguan tersebut.

Dengan demikian, mengingat hak atas wilayah pertambangan termasuk izin yang dikeluarkan tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi dan bukan merupakan pemilikan hak atas tanah, maka wajib dilakukan penyelesaian hak atas tanah terlebih dahulu agar tidak terjadi tumpang tindih dengan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS).

Jika anda kurang puas dengan jawaban ini, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Jaksa Pengacara Negara pada
KN. ACEH BESAR
Alamat : JL. T. BACHTIAR PANGLIMA POLEM, SH. JANTHO MAKMUR, KOTA JANTHO, ACEH BESAR, ACEH, 23918
Kontak : 85260777094

Cari

Terbaru

Pertanahan
Tanah Milik Abdul hari saat didaftarkan menurut BPN milik PT. Keyza

Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta

Hutang Piutang
Pinjaman Online Ilegal

Saya Idris mau bertanya, benarkah jik

Hukum Waris
Harta Gono Gini

Dalam pembagian harta gono gini, seca

Pernikahan dan Perceraian
Menikah Tanpa Restu Orang Tua Dalam Islam, sahkah ?

Adek saya menikah saat masih SMA tanp

Hubungi kami

Email us to [email protected]

Alamat

Jl. Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan - Indonesia
© 2024 Kejaksaan Republik Indonesia.