Apakah hutang piutang tanpa perjanjian tertulis dapat di tuntut?
Terimakasih atas kepercayaan Saudara kepada Halo JPN.
Adapun jawaban kami atas pertanyaan saudara adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu Perjanjian, yang berbunyi:
Untuk sahnya suatu perjanjan diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Berdasarkan ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, tidak ada satu pun syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya
Namun demikian, dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, lazimnya alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang mendalilkan sesuatu (Vide Pasal 164 HIR) adalah alat bukti surat. Hal ini karena dalam suatu hubungan keperdataan, suatu surat/akta memang sengaja dibuat dengan maksud untuk memudahkan proses pembuktian, apabila di kemudian hari terdapat sengketa perdata antara pihak-pihak yang terkait.
Di dalam hukum acara perdata mengatur bagaimana cara menegakkan hukum perdata materiil, terdapat 5 (lima) alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)dan Pasal 164 HIR Alat-alat bukti tersebut terdiri dari:
a. Bukti tulisan,
b. Bukti dengan saksi,
c. Persangkaan,
d. Pengakuan, dan
e. Sumpah.
Jadi apabila seseorang ingin menuntut pihak lain oleh karena tidak membayar hutang berdasarkan adanya suatu perjanjian utang-piutang secara lisan ke Pengadilan, maka orang (Penggugat) tersebut dapat mengajukan alat bukti saksi yang dapat menerangkan adanya perjanjian utang-piutang secara lisan tersebut disertai alat bukti lain yang mendukung adanya perjanjian lisan tersebut, misalnya bukti transfer atau kuitansi bermeterai, dan lain sebagainya.
Dalam hal seorang Penggugat mengajukan saksi untuk menguatkan dalil mengenai adanya suatu perjanjian utang-piutang secara lisan, maka dalam Pasal 1905 KUH Perdata ditegaskan sebagai berikut:
Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, di muka Pengadilan tidak boleh dipercaya
Artinya bahwa satu orang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan suatu peristiwa atau perjanjian, karena terdapat batas minimal pembuktian dalam mengajukan alat bukti saksi, yaitu paling sedikit dua orang saksi, atau satu orang saksi disertai dengan alat bukti yang lain, misalnya adanya pengakuan dari pihak lawan yang membuat perjanjian tersebut atau terbukti bahwa pihak sudah ada sebagian utang yang dicicil kepada Penggugat tersebut.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat secara gratis.
Bagaimana cara menuntut pengembalian