Bagaimana kekuatan hukum suatu MoU (Memorandum of Understanding)? Apakah dapat dilakukan penuntutan dimuka pengadilan untuk pihak yang melanggar?
MoU dan perjanjian memang memiliki kemiripan dan sama-sama berfungsi sebagai dokumen yang berisi penjelasan mengenai hal-hal yang telah disepakati para pihak. Namun yang membedakannya adalah, MoU hanya berperan sebagai persetujuan awal atau tanda jadi antara para pihak untuk melakukan suatu kerja sama dan hanya berisi hal-hal pokok yang disepakati para pihak. Sedangkan perjanjian merupakan dokumen yang memuat ketentuan mengenai bagaimana suatu kerja sama tersebut dijalankan termasuk hak dan kewajiban para pihak.
Selain itu, MoU juga memiliki jangka waktu yang relatif singkat, di mana jika jangka waktu MoU telah berakhir, maka akan dilanjutkan untuk membuat perjanjian atau berakhir jika kesepakatan tidak lagi dilanjutkan. Jika para pihak memutuskan untuk tidak melanjutkan kesepakatan, maka tidak ada ganti rugi yang harus dibayarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya. Berbeda dengan perjanjian yang jangka waktunya relatif lebih panjang dan umumnya perjanjian akan berakhir jika kewajiban masing-masing pihak telah terpenuhi maupun karena sebab lain. Selain itu, jika salah satu pihak tiba-tiba tidak melanjutkan atau tidak melakukan hal yang dijanjikan, maka pihak tersebut dapat dianggap wanprestasi dan pihak lainnya berhak untuk meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi.
Burhanuddin S., SHI, M.Hum dalam bukunya yang berjudul Pedoman PenyusunanMemorandum of Understanding (MoU) halaman 12-13 menjelaskan bahwa ada 2 pendapat berbeda mengenai kekuatan mengikat MoU:
Meskipun secara khusus tidak ada pengaturan mengenai MoU, serta penyusunannya diserahkan kepada para pihak, bukan berarti MoU tidak mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat, hingga memaksa para pihak untuk menaatinya dan/atau melaksanakannya.
Adapun yang bisa dijadikan dasar hukum pendapat ini adalah ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
MoU hanya sebuah perjanjian pendahuluan sebagai alat bukti awal adanya kesepakatan yang memuat hal-hal pokok untuk melakukan perjanjian lebih lanjut. Meskipun mendasarkan pada KUH Perdata, kekuatan mengikat yang berlaku pada MoU tetap hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain, MoU merupakan gentlemen agreement yang tidak memliki akibat hukum. Oleh karena itu, jika salah satu pihak ternyata tidak menjalankan MoU, maka pihak lain tidak dapat memberlakukan sanksi kepada yang bersangkutan.
Bagaimana cara menuntut pengembalian