Orang tua saya telah memiliki tanah sudah lama sekali sekitar 25 tahun yang saat itu dibeli dari pemilik lama yang didasarkan dengan AJB. Namun sekarang saya baru tahu bila tanah milik orang tua saya tersebut telah diterbitkan sertifikat atas nama anak penjual. Bagaimana status tanah milik orang tua saya tersebut? Dan apakah kami bisa balik nama sertifikat atas tanah kami tersebut?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997), sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, Selain itu, Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) juga mengatakan bahwa penerbitan surat-surat tanda bukti hak (sertifikat tanah) atas pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian yang kuat. Sehingga dengan tidak adanya sertifikat tanah atas nama orang tua Saudara, menyebabkan kurang sempurnanya bukti kepemilikan orang tua Saudara atas tanah tersebut.
Akta Jual Beli (AJB) yang orang tua Saudara miliki sebagai dasar atas kepemilikan tanah masih belum sempurna sebagai dasar kepemilikan tanah dikarenakan belum dilakukannya balik nama pada sertifikat tanah. Akta Peralihan Hak atas Tanah yang Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pertama-tama, tentang peralihan hak atas tanah (khususnya melalui jual beli) disebutkan dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 yang berbunyi:
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akta jual beli tersebut juga patuh pada syarat sahnya suatu perjanjian yang harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa supaya terjadi perjanjian yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat, yaitu:
Tentu dalam suatu AJB yang sudah mengandung empat syarat yang disampaikan di atas, berlaku juga asas pacta sunt servanda, yaitu asas kepastian hukum dalam perjanjian, yaitu para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum dan oleh karenanya dilindungi secara hukum, sehingga jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Sekadar memiliki AJB saja belum sepenuhnya menguatkan status orang tua Saudara sebagai pemilik sebuah tanah. Oleh sebab itu, setelah memiliki AJB, pemilik tanah biasanya akan meningkatkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Hak milik adalah jenis kepemilikan rumah atau tanah yang mempunyai kekuatan hukum terkuat, terpenuh, dan sifatnya turun temurun serta dapat dialihkan (dijual, dihibahkan, atau diwariskan). SHM adalah sertifikat atas kepemilikan penuh hak atas lahan dan/atau tanah yang dimiliki sang pemegang sertifikat.
Patut dipahami bahwa AJB yang sudah terbit antara penjual dengan pembeli, yaitu orang tua Saudara (pembeli) dengan pemilik tanah sebelumnya (penjual) adalah sah dan mengikat, sehingga kami berkesimpulan proses balik nama sertifikat yang dilakukan oleh anak dari pemilik sebelumnya (penjual) cacat hukum, Hal ini sebab patut diduga terdapat kesalahan administratif yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang melakukan proses balik nama sertifikat tersebut.
Sertifikat hak atas tanah diterbitkan oleh BPN dan BPN merupakan badan atau pejabat tata usaha negara, sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah PTUN sebagai yang memiliki kompetensi/ kewenangan absolut.
Namun sebelum masuk ke pengadilan, ada upaya yang bisa ditempuh untuk pembatalan penetapan hak atas tanah, jika seseorang merasa dalam penerbitan sertifikat tanah ada cacat hukum administratif sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (Permen Agraria/BPN 9/1999). Dalam Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 119 Permen Agrarian/BPN 9/1999, dikatakan bahwa keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dilaksanakan. Jadi, siapa saja yang merasa dirugikan dengan adanya penerbitan sertifikat hak atas tanah, dan dia menganggap penerbitan tersebut cacat hukum administratif, maka dapat mengajukan pembatalan penetapan hak atas tanah.
Dalam Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999, disebutkan bahwa cacat hukum administratif mencakup:
Dalam hal ini, kami berasumsi ada kekurangan dari pembeli (orang tua) Saudara, yaitu pembeli tidak menduduki dan menguasai secara fisik tanah tersebut, sehingga proses pembuktian dari keabsahan AJB yang Saudara jadikan dasar kepemilikan tanah tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Baubau secara gratis.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta
Adek saya menikah saat masih SMA tanp