Yth Bapak dan Ibu Jaksa,
Saya ingin bertanya mengenai penagihan hutang yang telah tertulis dalam suatu perjanjian hutang piutang. Apakah boleh jika seorang Polisi menagihkan hutang yang seperti itu?
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian utang piutang dalam KUH Perdata tidakdiatur secara tegas dan terperinci. Namun, peraturan mengenai utang piutang tersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan bahwa dalam perjanjian pinjaman, pihak yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
2. Kesepakatan antara peminjam dan pemberi pinjaman dalam perjanjian utang piutang melahirkan hubungan keperdataan yang menjadi undang-undang bagi para pihak. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sehubungan dengan itu, kesepakatan mengenai hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam perjanjian utang piutang tersebut harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kemudian, apabila tidak ada kesepakatan rinci dalam bentuk tertulis, KUH Perdata merupakan aturan dasar yang harus dipatuhi para pihak;
3. Berpedoman pada KUH Perdata, setiap penafsiran, tindakan, maupun penyelesaian sengketa yang muncul harus merujuk pada perjanjian utang piutang3 dan KUH Perdata. Tidak terkecuali dalam menentukan suatu pihak yang berada dalam keadaan wanprestasi.
4. Ahli hukum perdata pada umumnya mengkategorikan wanprestasi ke dalam empat keadaan, yakni:
a. Sama sekali tidak memenuhi.
b. Tidak tunai memenuhi prestasi.
c. Terlambat memenuhi prestasi.
d. Keliru memenuhi prestasi.
5. Peminjam atau pihak yang berutang dapat dikatakan berada dalam keadaan ingkar janji / wanprestasi apabila telah menerima teguran atau somasi untuk memenuhi kewajibannya dalam melunasi utang.
6. Adapun hasil akhir dari tidak ditindaklanjuti teguran atau somasi terhadap keadaan wanprestasi ini adalah pengajuan gugatan terhadap pihak yang berutang ke Pengadilan. Pengadilan akan melakukan pemeriksaan di persidangan berdasarkan sejumlah bukti yang menyatakan bahwa pihak yang berutang benar-benar lalai memenuhi prestasinya.
7. Saat dinyatakan lalai, pengadilan akan mewajibkan pihak yang lalai untuk segera memenuhi prestasinya. Kemudian, pengadilan juga dapat menyita sejumlah harta benda milik pihak yang berutang.
8. Dalam konteks ini, kekuatan eksekutorial dimiliki oleh kreditur atau pihak pemberi utang.
Secara hukum, kreditur berhak meminta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi barang si pihak yang berutang.
9. Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang mempunyai utang, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10.Mempedomani ketentuan Pasal 5 PP No. 2 Tahun 2003 tersebut, maka secara hukum pihak Kepolisian dilarang untuk melakukan penagih hutang dan/atau menjadi pelindung orang yang mempunyai utang, dalam hal subjek hukum hendak menagih hutang seseorang dapat menggunakan jalur hukum dengan menggunakan jasa advokat.
Demikian Kami sampaikan, apabila Saudara masih memiliki pertanyaan lain yang ingin disampaikan, Saudara dapat berkonsultasi secara langsung ke Pos Pelayanan Hukum Kami yang berada di Kantor Pengacara Negara pada Kejaksaan Negeri Dumai secara gratis.
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta