Saya mengadakan kesepakatan utang piutang sebesar Rp.10.000.000 dengan orang lain, tetapi pada saat itu bukti tertulis hanya kuitansi saja.
Saya takut ada masalah ke depannya, apakah kuitansi itu bisa saya jadikan dasar perjanjian utang piutang kalo kedepannya orang tersebut tidak mengakui kesepakatan tersebut??
Terima kasih atas kepercayaan Saudara kepada halo JPN. Adapun jawaban Kami atas pertanyaan Saudara adalah sebagai berikut :
Bahwa syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka terdapat konsekuensi apabila masing-masing syarat tidak terpenuhi. Pertama, syarat kesepakatan dan kecakapan, merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan diri atau subjek yang membuat kontrak. Kedua, syarat objek tertentu dan kausa yang diperbolehkan merupakan unsur objektif
Kemudian apabila perjanjian tersebut merupakan perjanjian konsensual maka dengan kesepakatan para pihak maka telah lahir perjanjian itu. Dengan lahirnya perjanjian maka menimbulkan perikatan bagi para pihak. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian atau kontrak itu mengikat bagi mereka atau pihak-pihak yang membuatnya sebagaimana layaknya undang-undang (pacta sun servanda), harus dipenuhi yang membawa konsekuensi hukum wanprestasi bila tidak dilaksanakan
Menurut KBBI kuitansi adalah surat bukti penerimaan uang. Sehingga dari segi alat bukti, kuitansi menjadi alat bukti tulisan mengenai penerimaan uang. Selain itu, kuitansi juga dapat dijadikan sebagai bukti suatu perjanjian.
Kuitansi sebagai bukti perjanjian dapat dilihat dalam Putusan PT Samarinda 18/Pdt/2016/PT.Smr dan Putusan MA 2070 K/Pdt/2016. Demikian juga dalam Putusan MA 2949 K/Pdt/2016 yang mengakui kuitansi sebagai bukti perjanjian jual beli hak atas tanah. Dengan demikian, kuitansi bukan berfungsi sebagai perjanjian, melainkan dapat menjadi bukti adanya suatu perjanjian.
Akan tetapi, karena kuitansi tidak menguraikan secara rinci suatu perjanjian, maka perlu didukung dengan alat bukti lain yang membuktikan bahwa perjanjian tersebut adalah dasar penerimaan uang yang diuraikan dalam kuitansi
Adapun alat bukti lain yang dapat digunakan adalah alat bukti tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Selain itu, dapat pula berbentuk alat bukti elektronik berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya.
Bahwa Putusan MA 167 K/Sip/1959 yang kaidah hukumnya menyatakan:
Surat bukti pinjam uang yang diuraikan dalam kuitansi yang diakui tanda tangannya tetapi disangkal jumlah uang yang dipinjamnya dapat dianggap sebagai permulaan pembuktian tertulis.
Sehingga apabila terdapat kuitansi penerimaan uang tetapi disangkal oleh orang lain tersebut, maka mengenai kebenaran utang tersebut harus didukung dengan bukti lain. Misalnya bukti transaksi pengiriman uang/transfer bank, atau bukti saksi yang mengetahui dan membenarkan penerimaan uang tersebut atau sebaliknya.
Sebagai tambahan, rekan Anda dalam melaksanakan tugas ke depan harus lebih berhati-hati dan cermat dalam menuliskan dan menandatangani bukti penerimaan uang, mengingat kuitansi merupakan alat bukti yang menunjukan adanya penerimaan uang dan membuktikan adanya perjanjian.
Demikian jawaban dari kami terimakasih
Tanah milik Abdul Hari seluas 4 hekta